Rabu, 17 Maret 2010

INDAHNYA BERBAGI DALAM KEBERSAMAAN


Heni Okta Prastyawati *)

Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah. Pepatah tersebut mengajarkan pada kita bahwa memberi lebih baik daripada menerima. Memberi merupakan wujud kerendahan hati kita dihadapan Sang Kholik. Memberi berarti melakukan inisiatif pertama tanpa mengharap imbalan, memberi tanpa pamrih, karena apa yang dilakukan telah diperhitungkan oleh Sang Kholik, sebagai bagian dari bentuk kasih dan amal terhadap sesama. Memberi bukan hanya dalam bentuk meteri, memberi senyuman, sapaan, kasih sayang, perhatian dengan sesama. Memberi senyuman dikala berpapasan dengan orang lain, memberi masukan dikala orang lain menghadapi masalah, memberi ucapan terima kasih dikala kita diberi sesuatu juga merupakan kelegaan, kepuasan bagi si pemberi. Memberi disaat orang lain membutuhkan apapun bentuknya sekecil apapun wujudnya merupakan apresiasi jiwa, pertolongan yang sarat akan makna terutama bagi si penerima yang senantiasa akan terpatri dalam jiwa.
Dalam sebuah rangkaian penelitian diambil kesimpulan bahwa orang yang selalu memberi tanpa mengharap balasan dari si penerima ternyata memiliki daya tahan mental lebih kuat, lebih mampu dalam menghadapi cobaan hidup dan terhindar dari penyakit yang diakibatkan oleh tekanan baik internal maupun eksternal. Karena tidak selamanya hidup yang kita jalani stabil ada kalanya menghadapi goncangan hidup. Harta kekayaan, jabatan tinggi, kedudukan mapan dan segala fasilitas yang bersifat duniawi yang kita miliki merupakan "baju" yang bisa dilepas kapanpun waktunya. Namun memberikan dengan tulus dengan penuh keikhlasan adalah sesuatu yang abadi.
Dalam aspek religius adalah apa yang disebut dengan amal jariyah yang akan senantiasa mengiringi kita hingga ke liang kubur. Dalam sebuah perumpamaan, ketika kita melempar batu ke dalam kolam atau danau akan terdapatlah lingkaran gelombang yang semakin besar terbentuk pada airnya. Apa yang di berikan baik itu perhatian, senyuman, pujian yang tulus, kata penghargaan, dekapan sayang, cinta kasih, ucapan selamat, bahkan materi yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung akan memberi dampak yang berarti baik si pemberi ataupun si penerima yang kita tidak tahu kapan waktunya. Namun yang pasti pepatah "tabur tunai " akan senantiasa beriringan. Siapa menabur kebaikan, kebaikan pula yang akan ditunai. Siapa menabur kejelekan keangkaramurkaan, kesirikan, itupula yang akan ditunai.
Memberi dari kelebihan mungkin hal yang biasa yang sudah senantiasa, sepantasnya dilakukan. Namun ketika memberi dari keadaan kekurangan kita disitulah pemaknaan hidup yang lebih tinggi, mampu kita rasakan, disitulah nikmat syukur mampu kita terjemahkan. Berbagi merupakan momen yang tak akan ada hilangnya untuk kita renungkan ketika peranannya berpusat pada wujud implementasi tingkah laku maka munculah dorongan untuk berbagi dangan sesama, itulah karakteristik manusia makhluk yang paling sempurna dalam ciptaan-Nya, yang dalam dirinya oleh Sang Kholiq diberi perasaan rindu untuk senantiasa berbagi dengan sesama.
Berbagi mengindikasikan pengorbanan, kerelaan, kesediaan, keikhlasan untuk memberi. Semakin banyak memberi semakin kita tidak akan merasa kekurangan. Karena manusia sadar akan nikmat Sang Kholiq. Namun ketika paradigma globalisasi mengalami pergeseran nilai, saat ini telah menukar kerinduaan berbagi dengan topeng kamuflase, yakni kerinduan berbagi hanya untuk sebuah prestise semata, hanya karena untuk menaikkan popularitas, bahkan kadang dari sebagian orang memberi dengan maksud tertentu. Berbagi yang demikian bukan lagi karena keikhlasan.
Berbagi bukan hanya sebuah "sampul" yang akan terlihat indah memukau dari luar. Memberi adalah keikhlasan yang berasal dari dalam hati tanpa menggunakan polesan apapun. Itulah mengapa dianjurkan kepada kita sesama, ketika tangan kanan memberi jika bisa diharapkan tangan kiri tidak mengetahuinya. Diharapkan dalam kita berbagi jangankan orang lain, tangan kiri saja diharapkan tidak mengetahuinya, cukup hanya kita dan Sang Kholiq yang mengetahui dengan hati yang tulus dalam berbagi.
Berbagi yang dilandasi ketulusan hati akan berdampak pada perubahan yang dahsyat untuk kedua belah pihak. Berbicara menunjukkan bahwa kita berbagi. Sementara mendengarkan menunjukan kita peduli. Hal tersebut membuka gambaran bahwa berbagi tidak lepas dari rasa peduli. Peduli merupakan langkah awal untuk berbagi. Berbagi yang dilandasi oleh cinta kasih yang tulus akan melahirkan "keserupaan". Serupa sepasang suami istri, karena senantiasa berbagi dalam banyak hal, lama kelamaan akan ada kemiripan dalam wajahnya. Seorang anak yang diasuh oleh pembantunya juga akan ada kesamaan dalam wajahnya. Hal itu terjadi karena mereka yang saling berbagi akan memiliki kepekaan tinggi untuk saling memahami keinginan memenuhi kebutuhan dalam segala kepentingan.
Dalam sebuah aspek spiritual dikatakan semakin berkeinginan manusia dalam berbagi beban, berbagi waktu, berbagi kepedulian antar sesama dan bagi kemuliaan umat maka sifatnya akan mendekati sifat-sifat Sang Kholiq, itupula yang diharapkan. Dengan niat tulus teriring keikhlasan yang tanpa pamrih sebelum terlambat semoga kita lebih untuk mensyukuri nikmat Sang Kholiq, terbuka mata, hati dan telinga untuk tergerak berbagi dengan sesama yang membutuhkan, senantiasa rindu akan kemuliaan berlomba menuju kebaikan. Seberapapun bentuk pemberian yang kita terima disaat kita membutuhkan, akan jauh lebih bermakna dibandingkan emas permata jika kita hanya mampu untuk bisa memandangnya. Semoga kita akan menjadi bagian umat yang mampu untuk mendekati sifat-sifat Sang Kholiq.
Semoga……


*) Guru SD Negeri Tegalombo 01 Tersono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar