Minggu, 13 Maret 2011

H. SUKRISYADI, S.Pd - Penilik PLS UPT Disdikpora kec Subah

“BALI NDESO, MBANGUN NDESO”
MENGHADIRKAN KEMBALI PERMAINAN EGRANG

Orang Jawa mengenal berbagai macam jenis permainan tradisional, seperti gobak so door, togli dan lain sebagainya yang sekarang tidak lagi ditemukan,. Padahal, berbagai macam permainan tradisional tersebut memberi ruang ketrampilan bagi pemakainya. Dalam kata lain, permainan tradisional Jawa tidak menempatkan relasinya hanya menjadi pasif. Lebih dari itu harus menjadi aktif dan kreatif. Sebab, permainan tradisional Jawa memberikan rangsangan kreatif bagi relasinya, salah satunya adalah egrang.

Menurut H. Sukrisyadi, S.Pd selaku Penilik PLS UPT Disdikpora kecamatan Subah, ketika dijumpai dikediamannya beberapa waktu lalu mengatakan, kendati bisa menjadikan motorik kreatifitas bagi pemakainya, namun untuk mengadakan permainan ini tidaklah membutuhkan biaya yang mahal, hanya berkisar 5000 hingga 15.000 rupiah.

“Bahan yang dipakai untuk membuat egrang adalah bambu, yang dibuat meyerupai tangga, tetapi tangganya hanya satu. Permainan ini memberikan daya rangsang untuk selalu kreatif. Karena itu, orang yang memakai egrang perlu melewati proses belajar dulu, karena membutuhkan keseimbangan. Kapan keseimbangan tidak terpenuhi, si pemakai akan jatuh dari egrang dan siapapun bisa menggunakan egrang, tidak harus anak-anak, orang dewasapun bisa menggunakannya”, jelasnya.

Dijelaskan pria kelahiran Batang, 2 Juni 1963 ini, ketika orang memakai egrang kakinya dinaikan di atas satu tangga, atau pustep kalau meminjam istilah sepeda motor, untuk kemudian berjalan. Jadi, pemakai egrang naik diatas bambu yang dibuat sebagai jenis mainan dan kemudian berjalan kaki, mengandaikan pemakai atau relasinya lebih tinggi posisinya diluar ukuran tinggi manusia.

“Egrang bentuknya bisa pendek, tetapi bisa pula tinggi. Yang pasti, kapan orang bermain egrang, posisi tubuhnya menjadi jauh lebih tinggi dari tubuh yang sebenarnya. Persis seperti orang berdiri di tangga, atau naik di atas meja”, jelasnya.

Dikhawatirkan H. Sukrisyadi yang juga Pengurus PGRI Kabupaten Batang Kabid Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ini, bahwa permainan egrang sekarang tidak lagi mudah ditemukan. Mungkin malah sudah hilang. Atau barangkali, permainan egrang tidak lagi relevan di jaman sekarang. Beberapa permainan tersebut sekarang telah hilang dari hadapan anak-anak serta adik-adik kita. Permainan tersebut telah digantikan dengan berbagai permainan modern yang mengandalkan media elektronik seperti televisi, Play station, video game dan lain-lain yang kurang menimbulkan kreatifitas bagi anak-anak, biaya yang mahal serta minimnya jiwa sosialisasi dengan teman-teman dan lingkungannya dan ditambah dengan terbiasanya anak-anak kita dengan eskalator yang tersedia di mall, yang hanya berdiri di atas tangga yang kemudian bisa berjalan sendiri. Egrang sepertinya memberikan “rasa susah” dari fasilitas teknologi.

“Tampaknya, proses membentuk kreativitas telah menemukan formula yang sama sekali lain. Tidak berawal dari kesadaran dan inisiatif dari dirinya sendiri dan hanya sedikit sekali memerlukan dorongan dari luar seperti egrang. Kreativitas jaman sekarang memerlukan instrumen yang tidak lagi sederhana dan, sulit meninggalkan teknologi. Karena itu, egrang adalah masa lalu yang sekedar untuk dikenang dan sulit untuk ditemukan. Anak-anak tidak lagi “mengenal” apa itu egrang dan bagaimana bentuknya. Bagaimana pula cara memakainya”, paparnya.

Menurut Direktur Utama CV. Surya Pustaka Subah ini, bahwa untuk mengenalkan kembali dan menggugah ingatan terhadap permainan tradisional Jawa, egrang dan jenis permainan tradisional lainnya perlu untuk kembali dihadirkan. Bukan yang utama untuk mengembalikan “kisah masa lalu”. Namun lebih untuk memberikan referensi kultural pada anak-anak sekarang yang terbiasa dengan permainan yang serba teknologis.
“Permainan egrang saat sekarang sudah mulai kita tinggalkan. Beberapa permainan lain seperti, betik, gobak so door, togli dan lainnya, saat sekarang mungkin sudah punah di tempat kita, kecuali egrang masih ada satu atau dua yang masih tampak. Dari egrang, barangkali orang bisa menelusuri jenis permainan tradisional Jawa lainnya yang sekarang sekedar sebagai kenangan. Hal ini saya kaitkan dengan motto dan program dari Gubernur Jawa Tengah, yakni Bali Ndeso Mbangun Ndeso, untuk tetap memajukan serta melestarikan budaya daerah”, usulnya.

Dikenang Suami dari Hj. Sri Nugraeni, S.Pd ini, bahwa beberapa permainan tradisional yang dulu dimainkannya, banyak yang bisa memacu kita untuk berkompetisi, saling mengalahkan secara affair serta beberapa permainan yang dapat membawa emosi kita terlibat secara mendalam. Beberapa permainan juga dapat merangsang anak untuk berpikir secara kreatif serta dengan permainan tersebut melatih emosional kita untuk dapat menerima kekalahan serta menerima kemenangan. Semuanya adalah latihan untuk menghadapi perkembangan mental serta emosional kita.

“Permainan tradisional sedikit banyak ada manfaatnya bagi dunia pendidikan. Bagaimana agar permainan tradisional tersebut tidak hilang begitu saja dari deretan budaya kita dan kita bisa mempertahankannya. Mungkin perlu ada suatu gerakan atau lomba permainan tradisional, atau juga bagi yang masih ingat cara bermainnya perlu ada suatu tulisan bagaimana cara bermain egrang dan lain-lain lengkap dengan simulasinya, sehingga dapat digunakan sebagai warisan budaya untuk generasi mendatang”, pungkasnya. (Trie)

Keteladanan Yang Bertanggung Jawab


Anak-anak bisa diibaratkan sehelai kertas putih yang masih kosong. Lingkunganlah yang memberi warna pada kertas putih tersebut. Mereka memiliki ketergantungan yang tinggi, membutuhkan pertolongan, perlindungan serta rasa aman. Saat ini anak-anak mengalami krisis keteladanan. Hal ini terjadi karena sedikitnya mass media yang mengangkat tema tentang tokoh-tokoh teladan bagi anak-anak. Tayangan-tayangan televisi misalnya, didominasi acara hiburan dalam berbagai variasinya, acara sinetron atau acara gosip selebriti tidak dapat diharapkan memberikan contoh kehidupan yang baik secara utuh.
Menurut Riyo, S.Pd, dalam kondisi krisis keteladanan ini, keluarga dan sekolah menjadi basis penting bagi anak untuk menemukan keteladanan. Maka ayah dan ibu serta guru menjadi figur-figur pertama bagi anak untuk memenuhi kebutuhan ini. “Menurut saya, keteladanan dalam mendidik anak itu sangat penting, karena dapat memberikan dampak positif yang baik bagi perkembangan mental dan psikis anak. Oleh karenanya kita sebagai orang tua mesti memiliki kesadaran untuk menjadi pribadi teladan dalam proses pembentukan akhlak anak”, katanya.
Dijelaskan Guru SD Negeri Bulu 02 Banyuputih ini, bahwa keteladanan merupakan syarat utama dalam suatu proses pendidikan. Tidak ada makna pendidikan jika tidak ada keteladanan. Pendidikan memiliki tiga proses yang saling kait mengait dan saling  pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lain. Pertama, sebagai proses pembentukan kebiasaan (habit formation). Kedua, sebagai proses pengajaran dan pembelajaran (teaching and learning process), dan ketiga adalah sebagai proses keteladanan yang dilakukan oleh para guru (role model).
Di samping itu, ditambahkan pria kelahiran Batang, 12 Desember 1967 ini, juga ada tiga syarat penting dalam proses mendidik dan mengajar yang pertama adalah cinta, kedua adalah kepercayaan, dan ketiga adalah kewibawaan. Ketiga syarat ini saling mempengaruhi dan saling kait mengait. Cinta akan menimbulkan kepercayaan. Seterusnya, kepercayaan akan menghadirkan kewibawaan. Kewibawaan adalah kemampuan untuk dapat mempengaruhi orang lain. Kewibawaan akan lahir jika ada kepercayaan. Kepercayaan akan muncul jika ada keteladanan.
“Ketika orang tua atau guru mengenalkan sopan-santun, maka sebaiknya mereka tak hanya memberikan nasehat atau perintah, tapi juga contoh nyata. Tanpa contoh nyata atau keteladanan, perintah ataupun nasehat tidak akan bertahan dalam waktu lama. Apalagi yang ingin ditanamkan pada anak berupa nilai-nilai moral atau etika dan nilai keagamaan. Sejatinya saat berkenaan dengan nilai agama, nilai moral atau etika memang tidak cukup jika orang tua dan pendidik hanya cuma memberikan petuah dan perintah saja. Anak-anak memerlukan dukungan yang lebih penting, yakni keteladanan agar setiap nilai yang hendak disampaikan menjadi lebih bermakna”, paparnya.
Tak hanya itu, suami dari Sutita dan ayah dari Pradita Anggriyanto ini juga menegaskan, dari semua hal yang perlu diajarkan kepada anak, unsur keteladanan dari orang tua berada di posisi teratas.
“Anak-anak di usia dini akan mudah meniru apa pun yang dilihatnya. Jadi, ketika orang tua menerapkan perilaku terpuji dan bertutur kata yang halus, itu sudah merupakan permulaan pendidikan etika kepada anak-anak,” kata dia.
Dikaitkan dengan tugas Pendidik, sejatinya ada dua tugas utama para pendidik yang harus melekat dalam proses pendidikan, yaitu transformasi ilmu dan transformasi nilai. Tidak seimbang jika suatu institusi pendidikan hanya mengisi dimensi intelektualnya semata, namun mengabaikan dimensi emosional dan etika peserta didik. Untuk itu, para pendidik selain cerdas dan trampil dalam mentransfer ilmu pengetahuan sekaligus menjadi sosok “yang digugu dan di tiru”. Seorang pendidik yang tidak memiliki dimensi keteladanan akan menjadi sosok yang tidak mendapat rasa simpatik dari anak didiknya, tetapi bisa menjadi justru sebaliknya mendapat cemooh dari anak didiknya.
“Ada pepatah yang mengatakan, Kalau gurunya kencing berdiri maka muridnya kencing berlari itu adalah sebuah gambaran bahwa dari diri seorang pendidik sangat diperlukan sebuah transformasi nilai. Alangkah naifnya dan kontradiktifnya jika seorang pendidik melarang anak didiknya berkuku panjang sementara sang pendidik berkuku panjang. Alangkah antagonisnya jika orang tua menyuruh anaknya shalat, sementara orangtuanya tidak shalat. Sedangkan proses belajar-mengajar harus mencakup tiga ranah pendidikan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun, konsep pendidikan di Indonesia cenderung mengarah pada ranah kognitif, sedangkan ranah afektif dan psikomotorik ditempatkan pada peran sekunder. Untuk itu pendidik secara terus-menerus harus diberi pemahaman bahwa nilai-nilai kehidupan tidak bisa begitu saja diajarkan, tetapi harus disertai keteladanan oleh pendidik itu sendiri,” katanya.

MI WAKHID HASYIM LIBATKAN SEMUA KOMPONEN


Akhir tahun 2009 lalu, MI Wakhid Hasyim mendapat bantuan DAK sebesar 91.500.000 rupiah dengan alokasi untuk rehab atap sejumlah 2 ruang dan rehab gedung 1 ruang. Dalam pelaksanaannya, manajemen madrasah melibatkan semua komponen yang ada, diantaranya peran serta guru, komite dan pengurus yayasan. Hal ini seperti yang dikatakan Hilaluddin, S.Ag didampingi Amin Pambudi, S.Pdi diruangannya beberapa waktu lalu.
“Proyek ini kami kerjakan dengan melibatan semua komponen, karena dengan kebersamaan, kita bisa merasa nyaman dalam bekerja. Guru, komite, pengurus yayasan dan masyarakat kami libatkan semua”, tuturnya.
Ditambahkan kepala madrasah, bantuan yang diterimanya dikerjakan dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, bahkan menurut penuturannya, pada tahun 1995 pihaknya juga mendapat bantuan sebesar 230 juta, namun dalam pengerjaannya menghabiskan dana sebesar 350 juta.
“Hal ini bentuk komitmen kita untuk terus meningkatkan sarana dan prasarana sekolah, yang kedepannya bisa menciptakan sekolah yang representatif dan terus dipilih oleh masyarakat”, imbuhnya.
Diakui Hilaluddin, dengan adanya bantuan ini, pihaknya bisa kembali membenahi madrasah yang telah menciptakan generasi penerus bangsa yang berakhlak dan berprestasi. “Dengan bantuan ini, Alhamdulilah, bisa membenahi sekolah kita. Karena sejak tahun 1995 kita belum pernah mendapat bantuan apapun. Harapan kami, guna melengkapi sarana dan prasarana yang masih kurang, kalau bisa pemerintah mengalokasikan kembali bantuan kepada sekolah kita”, pungkasnya. (Trie)

MII PRETEK PECALUNGAN “BERSAMA KITA BISA”

Bukan sekedar latah untuk ikut memakai motto “Bersama Kita Bisa” yang digaungkan oleh Presiden SBY, namun jajaran pengelola Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah (MII) Pretek Kecamatan Pecalungan ini yakin, bahwa sekarang ini sudah tiba saatnya untuk merajut dan memupuk lagi rasa kebersamaan. Karena, hanya dengan kebersamaan, kemajuan dari berbagai aspek akan dapat berjalan dengan lancar.
Seperti yang disampaikan Setiadi, S.Pd selaku kepala Madrasah yang dijumpai diruangannya beberapa waktu lalu mengatakan, bahwa dengan adanya kebersamaan dari semua elemen yang ada di sekolah, maka apa yang diinginkan sekolah pasti akan terwujud.
“Kami sangat yakin, bahwa dengan kebersamaan yang menjadi tumpuan kita dalam bekerja dan mendidik anak-anak, Insya Allah, semua harapan kita akan tercapai. Karena kebersamaan itu indah dan bermakna inklusif”, paparnya.
Alhasil, dengan pemupukan rasa kebersamaan itu, madrasah yang berdiri pada tanggal 28 Maret 1963 ini sekarang sudah menampakkan kemajuannya, baik peningkatan dibidang sarana dan prasarana sekolah, maupun prestasi anak-anak didiknya. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya sarana dan prasarana sekolah, seperti ruang kelas yang representative, sarana pembelajaran yang sudah terpenuhi diantaranya buku-buku penunjang kurikulum, media pembelajaran seperti KIT IPa, Bahasa, Matematika, olahraga, laptop. Drum band, rebana Modern dan orgen. Media audio visual.
Bahkan, untuk menunjang kegiatan ekstrakurikuler, madrasah ini sudah dilengkapi dengan alat-alat Drumband, rebana dan alat-alat olahraga. MII Pretek juga menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler BTQ, sari tilawah dan Qosidah serta memberikan les Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, IPA, Matematika, dan bahasa Inggris.
Motto “Bersama Kita Bisa” yang dijunjung tinggi oleh jajaran pengelola MII Pretek ternyata menjadikan satu motivasi yang luar biasa. Dan tahun ini, rencananya pihak sekolah akan melengkapi dan memenuhi sarana prasarana komputer dengan alasan untuk mengejar ketertinggalan dengan madrasah ataupun sekolah dasar yang sudah maju, agar mampu bersaing.
“Terus terang, saat ini kita masih kurang 1 lokal kelas lagi, karena ada 12 rombongan belajar dan baru ada 11 lokal kelas, 1 ruang guru dan 2 KM/WC anak, dan 1 KM/WC guru serta gudang. Target kedepan, kita juga akan membangun gedung perpustakaan dan ruang UKS serta pemenuhan komputer yang rencananya 10 unit untuk mewujudkan sekolah yang representatif”, katanya.
Selain itu, MII Pretek yang berdiri dibawah naungan yayasan Ma’arif ini juga menyelenggarakan pembelajaran PAIKEM, yakni Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Karena menurut pengelola madrasah ini, bahwa pendidikan merupakan kunci untuk semua kemajuan dan perkembangan yang berkualitas, sebab dengan pendidikan manusia dapat mewujudkan semua potensi dirinya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat. Dalam rangka mewujudkan potensi diri menjadi multiple kompetensi harus melewati proses pendidikan yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran.
“Buah dari proses pendidikan dan pembelajaran akhirnya akan bermuara pada lingkungan. Manfaat keberhasilan pembelajaran akan terasa manakala apa yang diperoleh dari pembelajaran dapat diaplikasikan dan diimplementasikan dalam realitas kehidupan. Inilah salah satu sisi positif yang melatarbelakangi pembelajaran dengan pendekatan lingkungan”, imbuhnya.
Menurut kepala sekolah dengan total siswa 368 anak ini, dalam pembuatan visi dan misi, pihaknya juga tidak sembarangan untuk mengkonsep. Pembuatan visi dan misi berdasar hadist untuk selalu meningkatkan atau bahwa hidup itu harus selalu meningkat. “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Inilah konsep visi dan misi madrasah kita”, jelasnya.
Sekolah yang pernah dikunjungi dan diberikan pembinaan oleh Bupati Batang, H.M Bambang Bintoro, SE ini kedepannya optimis untuk tetap terus maju dan berkembang, serta dipercaya masyarakat dan pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu.
“Harapan kita, kebersamaan ini akan terus berlangsung dalam 1 tujuan untuk memajukan MII Pretek. Hasil akhir dari kebersamaan tersebut akan kasat mata ketika mutu pendidikan di sekolah kita menjadi lebih baik, kesejahteraan umum dirasakan bersama dan di mata masyarakat, MII Pretek semakin dihargai dan dicintai. Semoga motto Bersama Kita Bisa akan terwujud. (Trie)


Visi : Berprestasi dengan bekal Imtaq, Iptek dan Akhlakul Karimah
Misi :
meningkatkan sumberdaya dan kinerja tenaga pendidik
meningkatkan ukhuwah islamiyah dengan semua elemen masyarakat
meningkatkan belajar dan bimbingan secara intensif
meningkatkan fungsi sarana dan prasarana pendidikan
terwujudnya anak didik yang berakhlakul karimah, cerdas dan terampil



MTs NU 01 PECALUNGAN HADIR UNTUK MASYARAKAT


Jika anda melintas jalan raya Bandar Pecalungan KM. 7 tepatnya di Desa Pretek kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang, akan anda saksikan sebuah unit bangunan gedung sekolah baru yakni MTs NU 01 Pecalungan.
Madrasah yang baru dibangun dan berdiri sejak tahun 2007 ini, awalnya berupa madrasah filial. Selama 1 tahun, MTs NU 01 Pecalungan menginduk di MTs At Taqwa Bandar atau dengan sebutan kelas jauh. Kemudian pada tahun 2008, baru mengajukan ijin pendirian yang telah mendapat rekomendasi dari Departemen Agama dan Pemerintah Daerah.
Seperti diceritakan Irham, S.Pd.i selaku kepala sekolah, bahwa sejarah berdirinya MTS NU ini juga tidak terlepas dari ide, gagasan tokoh ulama Pecalungan, khususnya desa Pretek. Pada tahun pertama, kegiatan belajar mengajar (KBM) menumpang di MII Pretek, dengan melaksanakan KBM pada jam siang. Baru pada tahun ajaran 2008/2009, KBM sudah bisa dilaksanakan pagi hari di lokasi gedung baru, yang mana gedung tersebut adalah dibuat dari swadaya masyarakat Pecalungan umumnya dan khususnya masyarakat desa Pretek.
“Bantuan yang ada sekarang mutlak dari swadaya masyarakat dan belum mendapatkan bantuan dari pemerintah ataupun instasi lainnya yang terkait”, katanya.
Lebih jauh dikatakan pria kelahiran Batang, 5 Desember 1981 ini, bahwa kondisi bangunan sekarang masih dalam keadaan 80%, dan ada 4 ruang kelas. Terlihat sekilas, sudah ada 3 ruang kelas yang menggunakan mebeler, namun diakui Irham, mebeler tersebut pemberian dari MI dan SD sekitar yang sudah rusak, dan kelas lainnya belum ada meja kursinya, sehingga anak belajar tanpa meja kursi atau lesehan.
“Sebagai solusi lesehan itu, sekolahan berinisiatif mengadakan dompar. Saat ini siswa kita sudah ada yang kelas 3 dengan jumlah siswa 132 anak, dengan perincian, kelas 1 45 anak, kelas 2 38 anak, kelas 3 49 anak yang terbagi menjadi 2 rombel dan di topang dengan 12 tenaga guru”, jelasnya.
Dikatakan Irham, yang juga Ketua LP Ma’arif kecamatan Pecalungan ini, bahwa pada tahun ajaran 2008/2009 dan tahun ajaran 2009/2010, pihaknya membatasi jumlah siswa. Hal ini sengaja dilakukan, karena menurutnya karena keterbatasan ruang.
“Ruang kelas hanya ada 4 lokal, sedangkan minat masyarakat untuk bersekolah ditempat kami sebenarnya banyak. Yang jelas, keinginan kami mendirikan MTs ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan setingkat SLTP di kecamatan Pecalungan yang bernuansa islami, mengingat potensi lulusan SD dan MI di kecamatan ini sangat besar, dan di kecamatan Pecalungan ini hanya baru ada 1 sekolah menengah pertama”, paparnya.
Kendati baru, MTs NU 01 Pecalungan dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar juga sudah mampu menyesuaikan seperti di satuan pendidikan setingkat lainnya, yakni ada kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, olah raga dan seni islami.
“Kegiatan keluar juga ada, seperti Out Bond dan bhakti sosial. Intinya, kami tetap merintis prestasi dan pada tahun ini, sekolah kita pertama kali akan melaksanakan ujian, kendati baru menginduk di MTs At Taqwa Bandar”, imbuhnya.
Dengan tercapainya cita-cita mendirikan sekolah yang bernuansa Islami di kecamatan Pecalungan ini, pihak pengelola, baik kepala sekolah, guru, komite, dan pengurus yayasan menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan yang diberikan dari semua pihak, baik berupa materi maupun berupa dukungan moril. Kedepannya, pihaknya masih berharap adanya bantuan dari pihak manapun.
“Kami tidak menutup diri untuk menerima bantuan dari manapun, karena tujuan kita untuk turut mencerdaskan anak-anak bangsa. Dengan keadaan sepeti ini, diharapkan ada perhatian dari instasi atau lembaga terkait, agar keinginan kami terwujud untuk menciptakan sekolah yang representative, lengkap dengan sarana dan prasarana, serta buku-buku penunjang untuk turut meningkatkan mutu pendidikan di kabupaten Batang”, harapnya. (Trie)

Bambang Pramudi

PIMPIN SEKOLAH DENGAN MANAJEMEN TAWA


Sosok Bambang Pramudi yang bersahaja namun tegas ini adalah Kepala SD Negeri Pandansari 02 UPT Disdikpora kecamatan Warungasem. Alhasil, kepala sekolah yang satu ini dipercaya oleh rekan-rekannya untuk menduduki jabatan sebagai ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah atau KKKS dan menjadi teladan bagi guru-guru di Kecamatan Warung Asem pada khususnya dan Kabupaten Batang pada umumnya.
Tak mengherankan, bila sosok pria yang satu ini menjadi tauladan diwilayahnya, dikarenakan, dalam memimpin satuan pendidikan dan dalam bersosial masyarakat, dirinya selalu memegang teguh ajaran agama, yakni dengan mewujudkan manajemen Tawa, sari dari Surat Al ‘Asri yang menuntunnya untuk melakukan pekerjaan yang benar, mendorong satu sama lain menuju Kebenaran, dan mendorong satu sama lain untuk kesabaran.
“Dalam memimpin sekolah, saya menerapkan manajemen TAWA, yakni Tahabun yang artinya memberikan kasih sayang kepada teman guru maupun siswa dan tidak membedakan satu sama lainnya. Kemudian Ta’awun yaitu memupuk kerjasama yang baik dalam bekerja, Ta’asawur Musawaroh yaitu selalu bermusyawarah bila memutuskan sesuatu dan Ta’afuwun yang berarti membina guru untuk saling memaafkan apabila ada kesalahan satu dengan yang lainnya, walaupun tanpa diminta yang tentunya untuk menjaga keharmonisan”, katanya.
Selanjutnya dijelaskan pria kelahiran Batang, 19 Oktober 1952 ini, bahwa siapapun yang berhasil mengikuti petunjuk Ilahi, pasti akan menemukan diri mereka pada jalan yang lurus, dan kehidupan mereka akan dipenuhi dengan kemuliaan Allah, sementara mereka yang gagal untuk mengikuti bimbingan ini akan berada di sebuah kehilangan besar.
“Poin yang lainnya adalah Watawa shaubil haqqi, yakni saling mengingatkan dalam hal kebenaran, Watawa shaubis sabhri yakni saling menasehati atas dasar kesabaran, karena pada umumnya, manusia sering mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan, oleh karena itu, diperlukan juga Watawa sahubis sabhri untuk menasehati dengan kesabaran. Dan yang terakhir adalah Watawa shaubil marhamah, yaitu saling mengingatkan dan menasehati dengan dasar kasih sayang. Hal ini ditetapkan dalam Al Qur’an yang artinya untuk saling mengingatkan dengan dasar kasih sayang, yang bertujuan melakukan pengawasan, pengendalian dan koreksi untuk mencegah seseorang terjerumus dalam dalam sesuatu masalah. Tujuan lainnya adalah agar kualitas kehidupan terus meningkat”, pungkasnya. (Trie)

SD Negeri Karanggeneng 01 INGIN PERTAHANKAN PRESTASI YANG SUDAH ADA


SD Negeri Karanggeneng 01 kecamatan Kandeman yang sudah banyak meraih prestasi ini sekarang dibawah kepemimpinan kepala sekolah yang baru, yakni Suprapto, S.Pd yang sejak 10 September 2009 lalu mendapat SK untuk memimpin sekolah yang mempunyai murid sebanyak 232 siswa ini.
Dijumpai di kantor Koperasi Gemi Tulis beberapa waktu lalu, pria kelahiran Gunungkidul, 23 Oktober 1967 ini menuturkan, bahwa sekolah yang dipimpinnya ini pada tahun ajaran lalu telah mengharumkan kecamatan Kandeman dengan menduduki peringkat 4 hasil UASBN di tingkat Kabupaten Batang. “Untuk tahun ini, saya akan berusaha untuk mempertahankan peringkat tersebut”, tegasnya.
Ditambahkan pria yang juga aktif sebagai Pengurus Koperasi KPRI Gemi, pengurus LPMK kelurahan Karangasem utara, pengurus Kwaran Kandeman, dan juga selaku ketua RT ini, bahwa prestasi yang sudah ada akan di pertahankan, sedangkan prestasi yang lain, akan berusaha untuk ditingkatkan.
“Untuk itu, kami juga memperketat dengan memberikan jam tambahan pelajaran, dari jam 13.30 hingga 15.30 dan untuk sarapan pagi, anak-anak kami berikan jam tambahan dari jam 6.30 sampai jam 7. Terlebih, dengan terbangunnya 1 unit gedung perpustakaan, kita akan maksimalkan minat baca anak”, imbuhnya.
Dirinya optimis, dengan terobosan semacam ini, SD Negeri Karanggeneng tetap bisa mempertahankan prestasi yang sudah ada, diharapkan juga akan adanya peningkatan. Namun dengan semangat yang ada, Suprapto mengeluhkan masih kurangnya guru negeri disekolahnya.
“Saat ini, kami masih kekurangan 3 Guru yang negeri. Dengan terpenuhinya kekurangan itu dan ditopang dengan kinerja serta semangat semacam ini, sekolah kita bisa minimal mempertahankan prestasi yang sudah ada”, pungkasnya. (Trie)

SD Negeri limpung 03 Masih AKTIF Pembenahan


SD Negeri Limpung 03 yang terletak di dukuh Gepor desa Limpung saat ini tengah melakukan pembenahan-pembenahan yang ada, baik pembenahan sarana fisik maupun pembenahan non fisik berupa pretasi sekolah. Hal ini seperti disampaikan H. Sunaryo, S.Pd selaku kepala sekolah.
Hasil dari komitmen untuk membenahi sekolah yang mempunyai 107 siswa ini sudah nampak, baik adanya peningkatan sarana prasarana sekolah yang hampir lengkap dan terawat, serta seabreg piala yang terpajang di almari.
“Sekolah kita kini sudah nampak wajahnya. Tapi kami tau diri, Paling tidak sudah bisa mensejajarkan”, katanya singkat.
Dikisahkan pria kelahiran Tanjungkarang, 19 Desember 1956 ini, bahwa sekolah yang dipimpinnya sejak 2 tahun lalu ini tadinya merupakan sekolah yang terbelakang. Namun saat ini telah terkumpul beberapa piala diantaranya juara II Koor tingkat Kabupaten Batang, pramuka mewakili tingkat kecamatan, juara I Mapel PAI Mapsi tingkat kecamatan, juara II khitobah Mapsi dan juara III catur putra.
“Tadinya tidak ada pialanya, namun dalam waktu dua tahun kami targetkan, Alhamdulilah, kini sudah ada. Dan untuk perubahan fisik, gedung 2 unit sudah baik lagi masing-masing 4 ruang, dan saat ini kami masih melakukan pembenahan pagar keliling dan joglo hasil infaq dari siswa”, jelasnya.
Dengan adanya kemajuan di bidang sarana dan prasarana serta prestasi yang ada, pihaknya berharap agar masyarakat dukuh Gepor khususnya mau belajar di sekolah yang dipimpinnya ini, dengan alasan jarak dekat, tidak menyeberang ke jalan raya, jajan masih murah, dan orang tua tidak usah mengantarkan, serta yang utama adalah, sekolah ini kini sudah semakin maju.
“Kami berharap, agar masyarakat sekitar mau menyekolahkan anak-anaknya disini, karena sekolah kita sudah semakin maju tidak seperti dulu. Dan harapan kami kepada pemerintah, jangan berhenti sekian saja untuk memberikan bantuan kepada sekolah, diharapkan agar terus mengalir”, pungkasnya. (Trie)

Penghinaan dan Ketulusan


Oleh : Widodo Budi Wiharso
Andaikan anda mendapatkan penghinaan apakah kiranya yang akan dilakukan? Mungkin anda akan marah, menggerutu, memaki-maki, atau mungkin menantang berkelahi. Mungkin anda akan diam saja tetapi mengancam dari belakang, atau mungkin juga mediamkan penghina untuk selama-lamanya. Itulah reaksi dan realisasi bentuk dari emosi anda. Apakah anda termasuk orang yang bisa mengendalikan emosi? Bagaimana jika saya yang dihina?
Ada beberapa hal yang mungkin dapat saya lakukan, mengingat semua orang sesungguhnya bisa berbuat sewenang-wenang. Mungkin saya akan melakukan sabotase, teror, tenung, memasukkan dalam daftar hitam sebagai orang berbahaya, menghancurkan perekonomiannya dan sebagainya.. Tapi saya tidak akan melakukan itu. Karena saya memiliki keyakinan bahwa perlakuan apa pun terhadap saya secara otomatis akan kembali pada dirinya. Dan perlakuan apa pun pada orang lain akan kembali pada diri sendiri.
Dengan demikian saya tidak perlu repot jika mendapat penghinaan atau perlakuan tidak senonoh. Saya akan tetap diam seolah-olah tak peduli. Jika terasa sakit, saya hanya akan merintih dalam hati “Tuhan jika memang benar saya salah hukumlah saya, tetapi jika dia yang salah berilah pelajaran padanya.”. Saya tak perlu membalas, tidak perlu dendam sehingga tidak membuang energi dan menegangkan saraf. Anehnya setiap rintihan itu sering menjadi kenyataan.
Hal itulah mungkin yang menyebabkan saya menjadi optimis, rileks, dan tidak memiliki rasa takut terhadap sesama dan tidak perlu dendam. Saya selalu belajar menerima keadaan apa pun. Dan kondisi apa pun dalam hidup ini memiliki hikmah, nilai seni tersendiri dalam perjalanan hidup yang harus dihayati. Dan kehidupan di dunia ini bukan hanya terdiri atas manusia tetapi masih ada makhluk lain. Kita hidup bukan sendiri.
Saya meyakini kehidupan ini sudah ada yang mengatur, melindungi dan memberi. Karena yakin, maka keyakinan itu akan menjadi nyata. Saya bukan tipe berpengharap dalam kehidupan tapi pelaksana, penikmat, dan penghayat kehidupan. Namun saya masih memiliki rasa suka dan tidak suka, benci dan senang, sakit dan bahagia, berpikir dan berpendapat, juga lapar dan dahaga sehingga emosi pun kadang hadir. Maklum saya bukan nabi.
Andaikan nabi mungkin saya tak akan berlaku seperti itu. Menurut riwayat, jika Nabi mendapatkan penghinaan atau pun perlakuan tidak senonoh malah akan tersenyum, bahkan mendoakan agar pelakunya menjadi insaf. Tapi saya dilahirkan sebagai manusia biasa dengan software sebagai manusia biasa yang hatinya tidak sebersih nabi. Maka mungkin wajarlah jika memiliki prilaku dan kesabaran tidak seperti nabi. Penghinaan itu memang menyakitkan tapi kadang penghinaan itu dapat membuat seorang berpikir untuk melepaskannya. Jika saya dikatakan dasar miskin, akan berpikir bagaimana caranya agar tidak miskin lagi. Sehingga saya belum tentu akan miskin selamanya. Demikian juga jika seseorang dikatakan bodoh tidak selamanya orang ini akan bodoh. Seiring berjalannya waktu orang yang dikatakan bodoh itu akan berusaha untuk menghindari prilaku bodoh dan menjadikan orang yang mengatakan dirinya bodoh itu menjadi bodoh. Tidak semua orang yang dikatakan bodoh lantas akan menjadi bodoh sebagaimana teori pembelajaran pada akhir-akhir ini mengingat manusia itu unik dan tidak memiliki kesamaan kecerdasan pikir dan emosinya.
Penghinaan tidak selamanya menjadikan orang menderita. Penghinaan itu justru merupakan support atau dorongan untuk maju. Banyak orang yang berhasil hidupnya itu karena semula mendapatkan penghinaan dan penderitaan bertubi-tubi. Tidak selamanya anak yang berasal dari orang kaya, berkecukupan, bebas dari penghinaan dan penuh kemanjaan akan menjadi anak sukses. Tetapi banyak anak yatim dan anak-anak lain yang lebih menderita justru kadang menjadi orang yang mengenal dirinya sendiri, mengenal Tuhannya dan juga sukses. Penderitaan ini justru kadang menjadi sarana pendidikan tersendiri yang dapat menempa prilaku dan etika seseorang menjadi tangguh. Dalam kenyataan banyak anak- anak yang hidup dalam keluarga yang terpandang, berkecukupan menjadi lupa diri, dan bahkan ada yang hamil muda di luar nikah sehingga pendidikannya secara keseluruhan menjadi terganjal.
Untuk itu bersyukurlah terhadap orang yang mendapat penghinaan atau perlakuan yang tidak senonoh dari orang lain karena hal itu dapat menjadi pemicu dan pendorong yang kuat untuk melakukan perubahan. Semakin penghinaan itu semakin menyakitkan maka akan semakin memiliki energi yang tinggi untuk bangkit dan maju. Dan waspadalah bagi penghina karena energi gelombang pikir bagi orang yang terhina akan bersinergi dengan Tuhan dan makhluk lain yang akan membalikkan fakta sehingga penghina pada akhirnya akan berbalik menjadi terhina.
Sebagai contoh adalah seorang ratu ngebor Inul Dharatista yang sekarang menjadi seorang kaya raya melebihi guru SD. Saya kira dulu juga tidak lepas dari banyaknya penghinaan itu yang ia jadikan sebagai energi super untuk bangkit. Dan sekarang bagaimana kenyataannya? Penghina-penghina itu tak bisa lagi menghina dirinya dan malu untuk menghina diri sendiri.
Contoh lain adalah seorang Honda dari Jepang yang ketika itu hanya memiliki bengkel sepeda yang sering diperolok-olokkan kemiskinannya. Dari penghinaan itu Den Bagus Honda berpikir keras agar bisa menjadi orang kaya dengan cara membuat sepeda motor. Percobaan dilakukannya berulang-ulang tapi apa yang dilakukan oleh banyak orang? Ketika belum berhasil banyak orang yang menyepelekannya. Tetapi setelah percobaan itu berhasil apakah kira-kira yang dilakukan oleh orang-orang yang telah menghinanya? Keberhasilan seorang Honda tidak lepas dari penghinaan, pencemoohan dan pelecehan. Tapi bagaimanakah seorang Honda sekarang? Mungkin anda pun memiliki produk dari Honda.
Hati-hatilah dalam melakukan penghinaan mengingat hal itu bisa menjadi bumerang. Penghinaan kadang perlu dilakukan pada seseorang sepanjang itu terukur dan dapat menjadikan motivasi intrinsik yang kuat agar melakukan perubahan. Jika penghinaan diberikan seseorang di luar kontrol maka penghina pada posisi yang lemah tidak mendapat perlindungan dari siapa pun termasuk Tuhan sehingga mudah terjebak dan mudah diserang balik. Orang yang terhina adalah orang yang mempunyai posisi yang sangat kuat karena lebih sering melakukan perenungan terhadap nasibnya dan mendekatkan diri pada Tuhan sehingga terkabul do’anya.
Do’a mengandung energi kebatinan yang sangat berpengaruh pada sebuah objek dan sulit untuk dinalar. Untuk itu jika tidak bisa meramalkan nasibnya sendiri maka tidak usah meramalkan nasib orang lain, mengingat setiap orang banyak memiliki peluang kelemahan yang menjadikan sangat tipis antara batas hidup dengan kematian dan antara nasib buruk dengan keberuntungan.
Lain itu paksaan kadang juga dapat mendidik seseorang ke arah tujuan pendidikan. Paksaan yang dimaksud adalah paksaan yang dapat menimbulkan refleksi atau perenungan nilai moral. Hal ini pernah berlaku pada pendidikan Budha pada sebuah padepokan yang terjadi ketika seorang murid meminta gurunya untuk mengajari agar dapat memanah dengan tepat. Mendengar permintaan muridnya itu sang guru mengajak muridnya ke sungai dan membenamkan kepalanya ke dalam air lalu menekannya kuat-kuat. Mendapat perlakuan itu sang murid berusaha melawan tekanan sang guru dengan sekuat tenaga sampai akhirnya bisa menghirup udara. Ketika itu murid bertanya “ Kenapa guru memperlakukan saya seperti itu?” Sang guru menjawab, “Jika kamu ingin memanah dengan tepat maka berusahalah dengan sekuat tenaga sebagaimana usaha kamu membebaskan diri dari benaman air.”
Bagaimana dengan hukuman? Menurut saya hukuman juga dapat dijadikan sebagai alat dalam pendidikan. Dengan hukuman seseorang akan berusaha merenungi, dan menyadari kesalahannya, lalu memperbaikinya, meski tak berlaku pada semua orang. Sebab masih ada penjahat yang bebas dari hukuman, namun setelah bebas masih melakukan kejahatan lagi. Dan juga tidak semua hukuman akan bisa menjadi alat pendidikan. Hukuman yang dimaksud adalah hukuman yang terukur, terpikir oleh akal yang sehat dengan tujuan agar terhukum bisa memperbaiki prilakunya tanpa ada penyiksaan. Bukan hukuman yang didasarkan oleh emosi sesaat, dan dendam. Apalagi hukuman yang berdasarkan fitnah. Hukuman seperti ini adalah hukuman seseorang yang berjiwa arogan atau oleh guru yang pola pikirnya belum dewasa yang akan menjadi bom waktu.
Jika dihubungkan dengan teori pendidikan kita yang digemborkan akhir-akhir ini maka penghinaan, paksaan, hukuman sepertinya kurang sesuai. Teori pendidikan kita sekarang ini sedang mengkampanyekan pendidikan Pakem (Pendidikan aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Teori ini kita dengar disetiap penataran, pertemuan KKG, dan pertemuan lain sampai-sampai seolah-olah sudah tak ada teori lain. Namun sayangnya pembawa makalah jarang menyampaikan teori ini dengan contoh praktek nyata. Mereka menyampaikannya menggebu-gebu hanya berupa teori atau hanya sebagai pemilik teori yang kadang-kadang jauh dari kenyataan sehingga guru itu merasa kebingungan sendiri.
Apakah teori hanyalah teori? Teori mungkin tidak bisa dipraktekkan. Tapi teori mungkin bisa dijadikan acuan untuk melaksanakan praktek. Karena teori tidak selamanya cocok pada setiap situasi. Perbedaan tempat, perbedaan waktu, perbedaan suasana, perbedaan SDM, perbedaan kepemimpinan, perbedaan budaya masyarakat, perbedaan karakter akan mempengaruhi ketidaksesuaian itu.
Namun apakah teori hanya cocok untuk dijadikan sebagai komoditi dalam mendapatkan sesuatu yang bersifat matrialistis dengan tanpa mempertimbangkan situasi dan kondisi setempat. Memang tidak selamanya teori yang cocok di suatu tempat akan sesuai di tempat lain. Tapi semua itu tergantung siapa?. Kita masih ingat ketika ngetrennya teori pembelajaran sistem CBSA. Penataran-penataran dilakukan di mana-mana. Setiap sekolah seolah disyaratkan untuk mengikuti sistem itu. Namun lama-kelamaan hal itu hilang lagi sehingga teori itu muncul dan hilang seperti hangatnya kotoran ayam.
Kemudian muncul lagi MBS yang dipelopori oleh sebuah SD di Magelang. Pada saat itu seluruh guru SD dianjurkan untuk mengikuti Studi Banding ke sana agar bisa melihat langsung proses pembelajaran, tetapi bagaimanakah kenyataan pada akhirnya? Belum puas dengan hal itu ada pihak yang mengkordinir iuran per SD untuk menghadirkan para pakar MBS dan membentuk semacam penataran fulltime dua hari dua malam lalu apa hasil akhirnya? Sekarang muncul lagi paikem, besok muncul lagi ponikem, dan lusa pokinah. Mungkin itukah bukti pendidikan kita yang dinamis? Apakah pakem model pembelajaran baru sudah teruji dan sesuai di seluruh tempat? Apakah itu bukan sistem pembelajaran lama yang mengalami mimikri dengan gonta-ganti nama dan istilah yang dicipta demi ketenaran, promosi jabatan, pembobolan uang Negara, agen percetakan agar bukunya berganti ganti, atau demi hal lain? Mungkin bukan. Saya berharap teori-teori itu hadir bukan untuk hal seperti itu. Tapi saya berharap teori pembelajaran yang terbentuk lebih berdasarkan pada ketulusan dan bisa menambah wawasan bukan sebagai program yang membuat semuanya harus taklid dan melupakan teori-teori pembelajaran yang bisa digali dari potensi guru itu sendiri.
Sistem pendidikan kita tidak akan berbentuk jika sistem itu dibangun bukan didasarkan pada sebuah ketulusan dari akal yang sehat dan berwawasan luas. Pendidikan itu akan selalu berubah dan sulit dikenali oleh guru sebagai pelaksana jika pendidikan itu dibangun berdasarkan kepentingan sesaat seperti perang jabatan, perang popularitas, perang inkam, perang gelar yang menyusup seperti virus. Guru tidak punya kesempatan untuk memahami sistem itu karena setiap kali pemahaman hampir dimiliki saat itu juga diikuti munculnya sistem baru dengan istilah baru atau lama yang dibolak-balik.
Saya bukan tidak setuju dengan teori -teori yang popular itu, tapi sebenarnya bukan hanya itu yang harus ditanamkan kepada guru, digembar-gemborkan seolah-olah guru tidak memiliki peluang untuk memiliki teori sendiri berdasarkan praktek yang sesuai situasi yang dihadapi. Dalam sebuah KKG perlu dikembangkan dan digali teori-teori yang lain yang tidak harus taklid dengan teori hasil dari penataran atau teori-teori impor mengingat pendidikan kita sudah berlangsung sejak zaman penjajahan. Kalau toh hasil penataran hendak disampaikan, saya kira cukup sekali jika mau dua kali atau tiga kali tapi berupa hasil pengembangannya. Sebab sesungguhnya jika guru menghayati, menjiwai, dan tulus dalam menjalankan profesi bukan hal yang sulit untuk mengembangkan dan mendapatkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Yang lebih fatal adalah penyampai makalah atau teori namun dalam prakteknya justru tidak menjalankan teori itu. Sehingga pendidikan pada akhirnya akan kacau. Prinsip pendidikan yang semula ing ngarso sung tuladho ing madyo mangun karso berubah menjadi ing ngarso sung suloyo ing madyo mangun suloyo.
Rasanya kita juga perlu bercermin pada guru ngaji yang selama ini menggunakan sistem pengajaran tradisional, yang tidak digaji, yang fasilitasnya tidak secanggih kita namun dalam kenyataannya mereka bisa mengajari membaca Al-Quran dengan fasih. Tapi kita yang memiliki murid sekitar 20 dalam setahun belum tentu semuanya dapat membaca. Padahal metode mereka sederhana dan klasik. Kenapa? Karena ketulusan kita kalah dengan mereka
Pendidikan kita sesungguhnya membutuhkan ketulusan. Ketulusan itu berdasarkan komitmen yang abadi bukan didasarkan kepentingan pribadi, golongan, kelompok atau kepentingan lain yang bersifat materi dan sesaat. Ketulusan itu muncul dari penjiwaan, kesadaran akan tugas, komunikasi batin dengan peserta didik dan kedekatan diri pada sang Khalik. Tanpa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan ketulusan akan sulit dilakukan.
Hal ini sudah banyak terjadi dan bisa dibuktikan pada diri kita. Berapa persenkah waktu kita konsen pada bidang pendidikan? Mungkin anda akan menjawab 80% atau 100%. Tapi jika mau jujur tidak sampai sedemikian, mengingat seringnya jasad dan pikiran kita berada tidak dalam satu tempat. Sering tubuh kita berada di dalam kelas tapi pikiran kita berada di rumah atau di tempat bisnis lain. Kurangnya ketulusan itu menjadikan guru tidak niat dalam mengajar, datang terlambat, lebih suka ngobrol di kantor atau bermain game. (Opo iyo?)

PAUD KARTIKASARI BESANI DIRESMIKAN


Pendidikan anak usia dini atau yang disingkat PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Hal ini seperti yang disampaikan Ari Pratomo, S.Pd selaku Kepala UPT Disdikpora Blado yang di dampingi, Samin, S.Pd saat memberikan penjelasan pada tamu undangan dalam sambutannya meresmikan PAUD Kartika Sari yang ada di Desa Besani kecamatan Blado, 20 Januari 2010 lalu.
Lebih jauh dipaparkan Ari Pratomo, ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa serta tujuan penyerta yakni untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
“Dikarenakan pada usia anak 1 hingga 6 tahun, perkembangan otaknya sudah 50 %. maka kesempatan yang baik ini agar dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di PAUD, karena didalamnya diselenggarakan bermain sambil belajar. Dan anak yang sudah bersekolah di PAUD sudah punya jembatan atau dasar untuk melanjutkan ke sekolah dasar maupun MI”, paparnya.
Diharapkan kepala UPT Disdikpora Blado, semoga gedung ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, karena dengan terbangunnya sarana yang ada ini, merupakan tanda-tanda keberkahan untuk masyarakat.
“Dengan adanya gedung PAUD ini, semestinya awal yang bagus kalau masing-masing desa mempunyai kemauan. Dari pihak kita hanya mendorong dan mendukung. Kedepannya pasti akan bagus, karena kecamatan Blado adalah kecamatan yang mempunyai PAUD paling banyak, yakni sebanyak 20 PAUD. Ini perlu kita syukuri. Tolong selanjutnya kami serahkan kepada masyarakat untuk ikut menjaga dan merawat, serta membesarkan”, harapnya.
Sementara itu, dijumpai usai acara peresmian, kepala desa Besani Kecamatan Blado, Jumirin, S.Pd menjelaskan, bahwa gedung Paud Kartika Sari dibangun dengan anggaran 85 juta dari anggaran PNPM tahun 2009 yang dibangun diatas tanah bengkok sekdes, seluas 200 meter persegi.
“Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dari tingkat bawah. Karena Desa Besani kalau dilihat dari segi pendidikan masih jauh. Kita akan berusaha untuk meningkatkan, salah satunya dengan dibangunnya PAUD ini. Dan perlu diketahui, Paud Lestari sudah berdiri sejak 15 juli 2008 dan sudah tercatat 27 anak. Semoga dengan adanya gedung, jumlah siswanya semakin banyak.”, jelasnya.
Ditambahkan Kepala Desa, bahwa Desa Besani yang terdiri dari 600 kk atau 2835 penduduk yang terbagi di 7 dukuh dan mayoritas berprofesi sebagai petani ini kedepannya akan mengembangkan dan memajukan masyarakatnya melalui pendidikan.
“Bagaimanapun juga, masyarakat akan maju bila pendidikan juga maju. Kami berharap, kalau Paud ini bisa maju, akan kami kembangkan untuk kelompok baru. Dan menyikapi SD Negeri Besani yang mempunyai 2 lokasi, kami ingin mengajukan usul untuk di kembangkan menjadi dua untuk dikelola sendiri agar maksimal, soalnya, walau 1 SD, jaraknya berkisar 2 kilo”, pungkasnya. (Trie)

SD Negeri Bulu 01 MULOK KOMPUTER


SD Negeri Bulu 01 menyelenggarakan pelajaran komputer sebagai muatan lokal. Hal ini sungguh terobosan yang patut dibanggakan dan patut ditiru oleh seluruh satuan pendidikan lain yang ada di kabupaten Batang.
Jumlah komputer yang disediakan oleh pengelola satuan pendidikan ini, saat ini berjumlah 14 unit yang dipergunakan untuk pengajaran kelas 4, 5 dan 6 sebagai muatan lokal (Mulok) yang dimulai sejak januari 2009.
Dijumpai diruangannya, H.M. Untung, S.Pd selaku kepala sekolah menuturkan, bahwa pihaknya menginginkan agar anak-anak didiknya tidak menjadi generasi yang gaptek (gagap tekhnologi), minimal untuk tingkat dasar. “Tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan kepada anak tentang elektronik tingkat dasar. Yang kita ajarkan adalah program Microsoft office”, katanya.
Selain itu, SD Negeri Bulu 01 juga memberikan les disore hari dengan pelajaran tambahan untuk desain grafis, seperti program corel maupun potoshop. “Selain untuk anak-anak, kita juga telah mengadakan pelatihan komputer untuk para kepala sekolah dan guru se-kecamatan Banyuputih”, paparnya.
Diakui pria kelahiran 10 November 1959 ini, bahwa pihaknya ingin menjadi pelopor pengenalan komputerisasi dan mengajak guru serta kepala sekolah se kecamatan Banyuputih untuk belajar komputer bersama-sama disekolahnya.
“Kita menghitung, sebanyak 10% rekan guru dan kepala sekolah yang bisa komputer, dan sisanya belum bisa menguasai. Untuk itu, kita berkeinginan agar rekan guru dan kepala sekolah mau belajar komputer karena masih banyak yang belum bisa mengoperasikan komputer. Intinya, kegiatan pelatihan ini bermuara pada pengenalan dini alat-alat elektronik”, imbuhnya.
Dikatakan H.M. Untung, bahwa tenaga pengajar juga sangat potensial yang dibantu juga oleh pembimbing dari LPK (Lembaga Pendidikan Komputer) La Tansa Limpung. “Untuk kegiatan pengenalan komputer ini, kami tidak tanggung-tanggung. Pembimbing dan pengajarnya sengaja kami datangkan yang benar-benar berkompeten dibidangnya”, imbuhnya.
Namun dikeluhkan pihak pengelola SD Negeri Bulu 01 yang juga sebagai pelopor pembuat buku administrasi guru ini, saat ini ruang komputer masih menggunakan ruang kelas yang ada. Sehingga, dalam proses kegiatan belajar mengajar reguler dan pelatihan komputer sering berbenturan.
“Saat ini, kami hanya memiliki 7 ruang yang kami gunakan untuk kantor dan 6 lokal kelas, sedangkan untuk ruang komputer masih gabung dengan ruang kelas 6, sehingga mengganggu kegiatan KBM. Harapan kami, agar pemda bisa membantu mengalokasikan bantuan ruang baru untuk ruang komputer tersendiri”, pungkasnya. (Trie)

SD Negeri DONOREJO 01 LIMPUNG “Unggul dalam ilmu, Anggun dalam perilaku”


SD Negeri Donorejo 01 Limpung mempunyai visi Unggul dalam Ilmu, Anggun dalam perilaku. Visi inilah yang dijunjung tinggi dewan guru sejak tahun 2000. Seperti disampaikan H. Wagiman, S.Ag selaku kepala sekolah, bahwa visi ini diwujudkan dan disesuaikan dengan lingkungan sekolah.

“Daerah saya islami, pewujudan visi dan misi kami jabarkan dengan lingkungan. Dan untuk mengisi kegiatan anak, juga kami fokuskan di bidang seni rebana, baca tulis Qur’an, MTQ. Dan alhamdulillah, para sesepuh dan tokoh masyarakat serta kyai juga mendukung”, tuturnya.

Dijelaskan pria kelahiran 17 Agustus 1953 ini, berawal dari visi dan misi sekolah tersebut, menjadikan SD Negeri Donorejo 01 sering menjuarai lomba, baik ditingkat kecamatan, kabupaten hingga ke tingkat karesidenan.

“Sejak saya memimpin SD Negeri Donorejo 01 mulai mei 2000, Alhamdulilah, sudah banyak piala yang kita dapatkan, diantaranya Juara I Rebana tingkat kecamatan, Juara II Sinopsis tingkat kecamatan, dan Atletik menjuarai tingkat Kabupaten Batang dan maju ketingkat karesidenan, serta lomba Renang sebagai juara umum 2 tahun berturut-turut”, paparnya.

Diakui warga Rt 02 Rw 02 Desa/kecamatan Limpung ini, keberhasilan SD Negeri Donorejo 01 dalam meraih prestasi, tak lepas dari komitmen bersama dari jajarannya, yang menurutnya, sangat menjunjung tinggi rasa kebersamaan.

“Komitmen rekan-rekan guru bagus. Kami memegang prinsip, Legi dirasake bareng, pahit yo juga dirasakke bareng. intinya kebersamaan. Dan motto saya disetiap rapat guru, saya tekankan bahwa kerja kita itu agar ada nilai ibadah, sehingga akan ada rejekinya, sehingga tidak akan ada masalah yang rumit kalau kita tekankan dengan ibadah. Yang jelas, kami tekankan itu”, imbuhnya.

Kedepannya, lanjut H. Wagiman yang guga sebagai ketua tahmir masjid Al Kautssar Limpung, juga pimpinan cabang muhamamdiyah Limpung dan sekarang masih menjabat sebagai pengawas koperasi Santoso kecamatan limpung sejak tahun 1985 dan juga pengurus koperasi PKPRI Kabupaten Batang sejak tahun 1983 ini, bahwa program yang akan dilaksanakan adalah yang mengacu pada program-program SDSN.

“Untuk program-program kedepan, kami akan mengacu pada program-program SDSN, paling tidak, hasil UASBN standarnya harus 10 besar, dan rekan-rekan guru kami pacu dengan memberikan penghargaan tersendiri untuk meningkatkan hasil UASBN”, jelasnya.

Perlu diketahui, seperti dikatakan H. Wagiman yang juga selaku ketua panitia pelaksanaan MAPSI tingkat Kabupaten Batang sejak tahun 1998 dan ketua 2 KKG PAI Kabupaten Batang, bahwa Siswa SD Negeri Donorejo juga di ajarkan untuk berinfaq, selain untuk membuat mushola, juga untuk membantu siswa yang sakit dan yang membutuhkan bantuan dari sekolah. Karena menurutnya, masyarakat donorejo rata-rata berekonomi lemah dan pihaknya juga memberikan seragam gratis bagi siswa. (Trie)

SD NEGERI GEMUH 2 TERAPKAN 7T DAN 7 K


SD Negeri Gemuh 02 UPT Disdikpora Pecalungan sejak tahun 2001 telah menerapkan program 7 T dan 7 K. Kepanjangan dari program 7 T dan 7 K itu ialah Tertib waktu, Tertib Administrasi, Tertib Berpakaian, Tertib KBM, Tertib Tingkah laku, Tertib Berbicara dan Tertib Bekerja. Sedangkan 7 K diantaranya Keamanan, Kebersihan Ketertiban, Keindahan, Kekeluargaan, Kerindangan dan Kesehatan.
Menurut Indun Sugiyati Cicilia Ama.Pd selaku kepala sekolah yang didampingi Mabni selaku guru agama dan bendahara BOS, bahwa tujuan di terapkan dan laksanakannya program ini agar supaya bisa meningkatkan kedisiplinan guru dan murid dan menambah rasa kekeluargaan serta sebagai dasar untuk memajukan sekolah.
“Penyusunan dan pelaksanaan program 7 T dan 7 K ini merupakan bagian dari program sekolah dan dalam pelaksanaannya, semua unsur sekolah baik siswa dan gurunya sangat berpengaruh dalam kesuksesan program ini. Al hasil, dengan diberlakukannya program ini, sekolah kami sudah menampakkan kemajuan”, tuturnya.
Dituturkan wanita kelahiran Magelang, 11 Februari 1951 ini, dengan diberlakukannya program ini menjadi salah satu dari program sekolah, sekolah yang berdiri tahun 1985 ini sudah banyak mengalami kemajuan.
“Perubahan drastis untuk kemajuan sekolah kita, dulu sekolah kita hanya ada 1 ruang dan yang lainnya menggunakan rumah penduduk selama 7 tahun. Dan sekarang sudah ada 5 lokal kelas baru”, kenang kepala sekolah yang memimpin sekolah ini sejak November 2001.
Dikisahkan Indun, sekolah yang kini mempunyai siswa sejumlah 116 anak ini dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Tercatat pada tahun 2002, sekolah ini menambah 3 ruangan, tahun 2004 menambah 1 ruang dan kantor serta ditahun 2006 menambah 1 ruang.
“Tahun ini, sekolah kita kembali dipercaya untuk mengelola bantuan rehab 1 lokal, tapi kami kembangkan menjadi 2 lokal dan sanitasi. Dan kami akui, peran serta masyarakat di sini bagus, masyarakat sering mendukung kegiatan sekolah melalui komite. Komite punya ide, kemudian kita gagas bersama, hingga sekolah kita yang dulunya tidak ada apa-apa, hingga nampak seperti sekolah”, kisahnya.
Peran serta masyarakat yang disampaikan kepala sekolah bukan isapan jempol belaka, hal ini dibuktikan dengan adanya pengerjaan jalan masuk sekolah yang diprakarsai pihak sekolah dan masyarakat.
“Untuk progam kedepan, kita akan melakukan penebingan dan harapan kami, pemerintah agar bisa menambah 1 lokal kelas dan ruang perpustakaan agar sekolah kita yang sudah masukpapan tengah di kecamatan Pecalungan ini untuk terus mencetak prestasi sekolah dikawal bersama dengan perasaan yang nyaman dan terkendali”, pungkasnya.
Perlu diketahui, SD Negeri Gemuh 02 juga merintis simpan pinjam, dengan potongan 5000 rupiah sejak tahun 2002, dan sekarang sudah terkumpul hingga 9 juta. SD Negeri Gemuh 02 juga tercatat sering berprestasi saat di kecamatan Blado, dan di kecamatan Pecalungan, sekolah ini sudah masuk peringkat papan tengah. (Trie)

Visi : Sekolah Yang Mencetak Watak Manusia Yang Cerdas dan Terampil Berlandaskan Iman dan Taqwa

SD Negeri Gondang 02 Subah “Maju Untuk Meraih Prestasi”


“Mari kita maju untuk meraih prestasi”, itulah kata ajakan yang dilontarkan Komarun, S.Pd selaku kepala sekolah SD Negeri Gondang 02 UPT Disdikpora kecamatan Subah mengajak seluruh elemen untuk memajukan sekolah yang dipimpinnya sejak 1 Oktober 2009 lalu ini melalui visi dan misi sekolah sekolah.
Dijumpai diruangannya, pria kelahiran Klaten, 13 April 1962 ini menegaskan bahwa dengan adanya kerjasama yang bagus dari semua pihak dan kemauan untuk meningkatkan sumberdayanya masing-masing, maka kedepannya SD Negeri Gondang 02 akan maju.
“Usaha yang akan kami jalankan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan juga meningkatkan kerjasama antar guru, komite dan masyarakat serta dukungan dari pemerintah”, tegasnya.
Ditambahkan kepala sekolah yang mengantongi SK per 10 September 2009 ini, bahwa program-program yang tengah dilaksanakannya adalah meneruskan program-program kepala sekolah yang lama, yakni menata lingkungan, pavingisasi halaman, penataan ruang dan meningkatkan prestasi akademisi.
“Selain meneruskan program kepala sekolah yang lama, kami juga melaksanakan program prioritas untuk meningkatkan akademisi, dan untuk mempersiapkan lomba-lomba mata pelajaran serta olimpiade dan memanfaatkan ruangan yang telah ada serta peningkatan dibidang olahraga, terutama volley yang sering menjuarai ditingkat kecamatan”, jelasnya. (Trie)