Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa ( SMPLB ) yang didirikan mulai tahun 2003 oleh Yayasan Bina Sejahtera Anak Berkelainan ( YBSAB ) bertempat di Kauman Batang ini, sepintas terlihat kurang adanya perhatian maupun diminati oleh masyarakat pada umumnya.
Namun bagi masyarakat yang mempunyai anak yang berkelainan, dengan adanya sekolah ini, sangat membantu perkembangan ilmu maupun mental sang anak. Terbukti, sekolah satu-satunya di Kabupaten Batang ini mampu menyerap siswa dari beberapa wilayah di Kabupaten Batang, seperti Batang kota, Subah, Tulis, Limpung dan Bandar.
Ketika ditemui Tim Jurnal Pendidikan, Kepala Sekolah Sujarwo SPd menuturkan, didirikannya sekolah ini adalah untuk memenuhi kebutuhan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajardikdas) 9 Tahun bagi anak-anak yang berkelainan. “Wajib Belajar sembilan tahun tidak hanya bisa dinikmati oleh anak-anak yang normal saja, namun agar bisa dinikmati oleh anak-anak yang berkelainan, baik tuna netra, tuna rungu wicara maupun tuna mental”, katanya.
Timbul rasa haru dan bangga dengan perkembangan pendidikan para siswa saat ada dikelas. Mereka terlihat antusias dalam belajar, namun kadang sering kali terjadi kegaduhan, karena ulah jahil beberapa siswa kepada teman-teman maupun kepada pengajarnya.
Kendati proses kegiatan belajar mengajar tidak selancar seperti yang ada disekolah-sekolah umum, namun sekolah yang ikut dalam kriteria C atau kategori tuna mental ini juga bisa berprestasi, seperti menjuarai Seni Tari Se Karesidenan Pekalongan dan juga mempunyai beberapa ketrampilan, seperti menjahit, membuat keset dan beternak jangkrik.
Diakui Sujarwo selaku Kepala Sekolah, selama ini Pemerintah sudah ikut peduli dengan pendanaan sekolah ini, baik melalui bea siswa maupun BOS, dan untuk orang tua siswa tidak ditarik iuran sepeserpun, karena menurutnya, rata-rata orang tua siswa banyak yang tidak mampu, dan ditakutkan, orang tua siswa enggan menyekolahkan anaknya karena keberatan dengan adanya biaya.
“Kendala yang selama ini kami hadapi adalah minimnya biaya operasional, karena dalam sebulan kami harus membayar 2 orang guru wiyata bhakti, dan tagihan listrik serta Pam, dan pada saat pelaksanaan ujian, kami selalu kekurangan anggaran, karena untuk pelaksanaan ujian, kami tidak diberi anggaran dengan alasan hanya ujian sekolah”, terangnya.
“Harapan kami, hendaknya ada kerjasama yang baik untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak berkelainan, antara Pemerintah Daerah, Pelaku Pendidikan dan masyarakat itu sendiri, sesuai dengan tugasnya masing-masing dalam menjalankan pendidikan”, pungkasnya. (Trie/Win/Ud)
Namun bagi masyarakat yang mempunyai anak yang berkelainan, dengan adanya sekolah ini, sangat membantu perkembangan ilmu maupun mental sang anak. Terbukti, sekolah satu-satunya di Kabupaten Batang ini mampu menyerap siswa dari beberapa wilayah di Kabupaten Batang, seperti Batang kota, Subah, Tulis, Limpung dan Bandar.
Ketika ditemui Tim Jurnal Pendidikan, Kepala Sekolah Sujarwo SPd menuturkan, didirikannya sekolah ini adalah untuk memenuhi kebutuhan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajardikdas) 9 Tahun bagi anak-anak yang berkelainan. “Wajib Belajar sembilan tahun tidak hanya bisa dinikmati oleh anak-anak yang normal saja, namun agar bisa dinikmati oleh anak-anak yang berkelainan, baik tuna netra, tuna rungu wicara maupun tuna mental”, katanya.
Timbul rasa haru dan bangga dengan perkembangan pendidikan para siswa saat ada dikelas. Mereka terlihat antusias dalam belajar, namun kadang sering kali terjadi kegaduhan, karena ulah jahil beberapa siswa kepada teman-teman maupun kepada pengajarnya.
Kendati proses kegiatan belajar mengajar tidak selancar seperti yang ada disekolah-sekolah umum, namun sekolah yang ikut dalam kriteria C atau kategori tuna mental ini juga bisa berprestasi, seperti menjuarai Seni Tari Se Karesidenan Pekalongan dan juga mempunyai beberapa ketrampilan, seperti menjahit, membuat keset dan beternak jangkrik.
Diakui Sujarwo selaku Kepala Sekolah, selama ini Pemerintah sudah ikut peduli dengan pendanaan sekolah ini, baik melalui bea siswa maupun BOS, dan untuk orang tua siswa tidak ditarik iuran sepeserpun, karena menurutnya, rata-rata orang tua siswa banyak yang tidak mampu, dan ditakutkan, orang tua siswa enggan menyekolahkan anaknya karena keberatan dengan adanya biaya.
“Kendala yang selama ini kami hadapi adalah minimnya biaya operasional, karena dalam sebulan kami harus membayar 2 orang guru wiyata bhakti, dan tagihan listrik serta Pam, dan pada saat pelaksanaan ujian, kami selalu kekurangan anggaran, karena untuk pelaksanaan ujian, kami tidak diberi anggaran dengan alasan hanya ujian sekolah”, terangnya.
“Harapan kami, hendaknya ada kerjasama yang baik untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak berkelainan, antara Pemerintah Daerah, Pelaku Pendidikan dan masyarakat itu sendiri, sesuai dengan tugasnya masing-masing dalam menjalankan pendidikan”, pungkasnya. (Trie/Win/Ud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar