MENGHADIRKAN KEMBALI PERMAINAN EGRANG
Orang Jawa mengenal berbagai macam jenis permainan tradisional, seperti gobak so door, togli dan lain sebagainya yang sekarang tidak lagi ditemukan,. Padahal, berbagai macam permainan tradisional tersebut memberi ruang ketrampilan bagi pemakainya. Dalam kata lain, permainan tradisional Jawa tidak menempatkan relasinya hanya menjadi pasif. Lebih dari itu harus menjadi aktif dan kreatif. Sebab, permainan tradisional Jawa memberikan rangsangan kreatif bagi relasinya, salah satunya adalah egrang.
Menurut H. Sukrisyadi, S.Pd selaku Penilik PLS UPT Disdikpora kecamatan Subah, ketika dijumpai dikediamannya beberapa waktu lalu mengatakan, kendati bisa menjadikan motorik kreatifitas bagi pemakainya, namun untuk mengadakan permainan ini tidaklah membutuhkan biaya yang mahal, hanya berkisar 5000 hingga 15.000 rupiah.
“Bahan yang dipakai untuk membuat egrang adalah bambu, yang dibuat meyerupai tangga, tetapi tangganya hanya satu. Permainan ini memberikan daya rangsang untuk selalu kreatif. Karena itu, orang yang memakai egrang perlu melewati proses belajar dulu, karena membutuhkan keseimbangan. Kapan keseimbangan tidak terpenuhi, si pemakai akan jatuh dari egrang dan siapapun bisa menggunakan egrang, tidak harus anak-anak, orang dewasapun bisa menggunakannya”, jelasnya.
Dijelaskan pria kelahiran Batang, 2 Juni 1963 ini, ketika orang memakai egrang kakinya dinaikan di atas satu tangga, atau pustep kalau meminjam istilah sepeda motor, untuk kemudian berjalan. Jadi, pemakai egrang naik diatas bambu yang dibuat sebagai jenis mainan dan kemudian berjalan kaki, mengandaikan pemakai atau relasinya lebih tinggi posisinya diluar ukuran tinggi manusia.
“Egrang bentuknya bisa pendek, tetapi bisa pula tinggi. Yang pasti, kapan orang bermain egrang, posisi tubuhnya menjadi jauh lebih tinggi dari tubuh yang sebenarnya. Persis seperti orang berdiri di tangga, atau naik di atas meja”, jelasnya.
Dikhawatirkan H. Sukrisyadi yang juga Pengurus PGRI Kabupaten Batang Kabid Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ini, bahwa permainan egrang sekarang tidak lagi mudah ditemukan. Mungkin malah sudah hilang. Atau barangkali, permainan egrang tidak lagi relevan di jaman sekarang. Beberapa permainan tersebut sekarang telah hilang dari hadapan anak-anak serta adik-adik kita. Permainan tersebut telah digantikan dengan berbagai permainan modern yang mengandalkan media elektronik seperti televisi, Play station, video game dan lain-lain yang kurang menimbulkan kreatifitas bagi anak-anak, biaya yang mahal serta minimnya jiwa sosialisasi dengan teman-teman dan lingkungannya dan ditambah dengan terbiasanya anak-anak kita dengan eskalator yang tersedia di mall, yang hanya berdiri di atas tangga yang kemudian bisa berjalan sendiri. Egrang sepertinya memberikan “rasa susah” dari fasilitas teknologi.
“Tampaknya, proses membentuk kreativitas telah menemukan formula yang sama sekali lain. Tidak berawal dari kesadaran dan inisiatif dari dirinya sendiri dan hanya sedikit sekali memerlukan dorongan dari luar seperti egrang. Kreativitas jaman sekarang memerlukan instrumen yang tidak lagi sederhana dan, sulit meninggalkan teknologi. Karena itu, egrang adalah masa lalu yang sekedar untuk dikenang dan sulit untuk ditemukan. Anak-anak tidak lagi “mengenal” apa itu egrang dan bagaimana bentuknya. Bagaimana pula cara memakainya”, paparnya.
Menurut Direktur Utama CV. Surya Pustaka Subah ini, bahwa untuk mengenalkan kembali dan menggugah ingatan terhadap permainan tradisional Jawa, egrang dan jenis permainan tradisional lainnya perlu untuk kembali dihadirkan. Bukan yang utama untuk mengembalikan “kisah masa lalu”. Namun lebih untuk memberikan referensi kultural pada anak-anak sekarang yang terbiasa dengan permainan yang serba teknologis.
“Permainan egrang saat sekarang sudah mulai kita tinggalkan. Beberapa permainan lain seperti, betik, gobak so door, togli dan lainnya, saat sekarang mungkin sudah punah di tempat kita, kecuali egrang masih ada satu atau dua yang masih tampak. Dari egrang, barangkali orang bisa menelusuri jenis permainan tradisional Jawa lainnya yang sekarang sekedar sebagai kenangan. Hal ini saya kaitkan dengan motto dan program dari Gubernur Jawa Tengah, yakni Bali Ndeso Mbangun Ndeso, untuk tetap memajukan serta melestarikan budaya daerah”, usulnya.
Dikenang Suami dari Hj. Sri Nugraeni, S.Pd ini, bahwa beberapa permainan tradisional yang dulu dimainkannya, banyak yang bisa memacu kita untuk berkompetisi, saling mengalahkan secara affair serta beberapa permainan yang dapat membawa emosi kita terlibat secara mendalam. Beberapa permainan juga dapat merangsang anak untuk berpikir secara kreatif serta dengan permainan tersebut melatih emosional kita untuk dapat menerima kekalahan serta menerima kemenangan. Semuanya adalah latihan untuk menghadapi perkembangan mental serta emosional kita.
“Permainan tradisional sedikit banyak ada manfaatnya bagi dunia pendidikan. Bagaimana agar permainan tradisional tersebut tidak hilang begitu saja dari deretan budaya kita dan kita bisa mempertahankannya. Mungkin perlu ada suatu gerakan atau lomba permainan tradisional, atau juga bagi yang masih ingat cara bermainnya perlu ada suatu tulisan bagaimana cara bermain egrang dan lain-lain lengkap dengan simulasinya, sehingga dapat digunakan sebagai warisan budaya untuk generasi mendatang”, pungkasnya. (Trie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar