Di kabupaten Batang saat ini ada 95 Raudlatul Athfal (RA : Setingkat TK), 113 Madrasah Ibtidaiyah (MI), dua diantaranya adalah Madrasah Ibtidaiyah Negeri, 29 Madrasah Tsanawiyah, salah satunya MTs Negeri Subah dan 11 Madrasah Aliyah swasta dan 1 Madrasah Aliyah Negeri Batang. 248 Madrasah itu sedang enghadapi berbagai tantangan yang berat, terutama dalam konteks pendidikan secara umum.
Diantara tantangan itu adalah pertama, globalisasi dibidang budaya, etika dan moral, sebagai akibat dari kemajuan tekhnologi dibidang transportasi dan informasi. Para siswa saat ini telah mengenal berbagai sumber pesan pembelajaran, baik yang bersifat pedagogis-terkontrol maupun nonpedagogis yang sulit terkontrol. Sumber-sumber pesan pembelajaran yang sulit terkontrol akan dapat mempengaruhi perubahan budaya, etika dan moral siswa atau masyarakat.
Masyarakat yang semula merasa asing dan bahkan tabu dengan model-model pakaian (fashion) yang terbuka dan hiburan-hiburan (film) atau film-film porno dan sadisme, atau tabu dengan bacaan dan gambar porno yang dimuat diberbagai media massa, kemudian menjadi biasa-biasa saja (permissive), bahkan ikut menjadi bagian dari itu. Sebagai aksesnya adalah munculnya sikap sadisme, kekerasan, pemerkosaan dan sebagainya dikalangan sebagian masyarakat. Kedua, hasil-hasil survey internasional menunjukan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, bahkan madrasah ibarat sebuah kopetisi, selalu ketinggalan dibelakang.
Untuk mengantisipasinya, antara lain kepala madrasah perlu melakukan tiga hal. Pertama, memiliki kompetensi. Sebab tanpa kompetensi tidak mungkin seorang kepala madrasah dapat membuat prestasi-prestasi dalam mengemban tugas yang dibebankan kepadanya. Kedua, memiliki integritas. Kompertensi tanpa dukungan moral atau integritas, maka seorang kepala madrasah akan mudah terjatuh pada tindakan yang merendahkan martabat dirinya sehingga akhirnya akan ditinggalkan oleh teman-teman dan para pendukungnya. Ketiga, memiliki visi yang jelas. Sebab tanpa visi yang jelas akan jatuh pada pragmatisme sesat yang menjadikan bangsa akan termarginalisasi dalam persaingan. Karena itu, dalam PP Mendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/kepala madrasah dinyatakan bahwa kepala sekolah/kepala madrasah harus memiliki lima dimensi kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi anajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervise dan kompetensi sosial.
Selanjutnya beberapa tantangan yang dihadapi oleh madrasah, baik yang bersifat internal maupun eksternal yang perlu disikapi. Dari segi internal, mutu penyelenggaraan dan pengelolaan madrasah umumnya belum dapat melahirkan lulusan yang berkualitas. Tenaga pendidik dan kependidikannya sebagian besar belum berkualifikasi sesuai dengan perundang-undangan. Juga kurikulumnya, sebagian besar madrasah belum dapat mengimplementasikan standar isi dan belum sepenuhnya dapat mencapai standar kompetensi lulusan minimal.
Demikian halnya manajemen madrasah yang 98 persen swasta, uumnya belum dikelola dengan manajemen yang professional. Selanjutnya secara eksternal, tantangan yang dihadapi madrasah adalah menyangkut persepsi masyarakat dan pemerintah yang cenderung diskriinatif, sehingga madrasah kurang mendapatkan perhatian, termasuk penyediaan anggaran, bahkan ada yang menganggap sebagai lembaga pendidikan kelas dua setelah sekolah.
Oleh karena itu, kepala madrasah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas lulusan dengan indicator-indikator, siswa dapat berprestasi dalam menempuh UN/UAMBN dan lulus dari madrasah dengan predikat minimal baik, sehingga mereka dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi pada satuan pendidikan yang unggul/favorit. Juga meningkatnya jumlah siswa yang berprestasi dibidang akadeik, terutama dalam mengikuti olimpiade, serta bidang nonakademik, seperti olahraga, seni dan sebagainya pada tingkat kabupaten, provinsi, dan atau nasional.
Disamping itu lulusan madrasah diharapkan juga dapat berkompetisi dengan lulusan sekolah umum. Karena itu, kepala madrasah perlu mengembangkan program-program unggulan untuk meningkatkan citra madrasah dikalangan masyarakat maupun pemerintah. Untuk menuju kea rah itu dan membangun semangat yang menggereget disetiap kecamatan perlu dipilih madrasah percontohan dalam setiap satuan pendidikan. Selanjutnya ditingkat kabupaten. Saya belum menyebut Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional (RMBI), apalagi Madrasah Bertaraf Internasional (MBI), wlaupun itu amanat UU No. 20 tahun 2003. Apalagi ditingkat provinsi Jawa Tengah yang telah dirintis MBI di kabupaten Pekalongan oleh Kementerian Agama Pusat kini terancam batal kabarnya.
Upaya tersebut akan dapat terwujud jika kepala madrasah mau melakukan perubahan, inovasi atau pembaharuan sebagai “kata kunci” yang perlu dijadikan titik tolak dalam mengembangkan madrasah. Untuk memanaj perubahan tersebut perlu bertolak dari visi yang jelas yang kemudian dijabarkan dalam misi dan didukung oleh skill, insentif, sumberdaya, untuk selanjutnya diwujudkan dalam rencana kerja yang jelas.
Perubahan dan inovasi itu sendiri hanyalah sebagai alat, bukan tujuan. Apa yang dituju oleh perubahan dan inovasi itu adalah peningkatan mutu pendidikan, sehingga masing-masing madrasah dituntut untuk menyelenggarakan pendidikan secara serius dan tidak sekedarnya atau sak madyo, atau menerapkan konsep lillahi ta’ala yang tidak tepat, tetapi ia harus mampu memberikan quality assurance (jaminan mutu), mampu memberikan layanan yang prima, serta mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada peserta didik, orangtua, masyarakat ataupun pemerintah.
*) Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Batang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar