Senin, 09 April 2012

SMP AHMAD YANI TIDAK INGIN MATI SURI


SMP Ahmad Yani dibawah naungan Yayasan Islamic Center yang beralamat di Jl. Simbangdesa Kecamatan Tulis tidak ingin mati suri. Hal ini seperti yang dikhawatirkan pihak pengelola sekolah, dikarenakan, dari tahun ke tahun, sekolah ini semakin merosot dalam penerimaan jumlah siswanya.
Dijumpai diruangannya, Rohmahadi selaku kepala Sekolah mengatakan, semakin menipisnya jumlah siswa ini dikarenakan dalam penerimaan siswa, sekolah swasta selalu selalu menjadi pilihan kedua.
”Hal ini juga diperparah dengan penambahan kelas baru di sekolah negeri di tiap tahunnya, sehingga efeknya di sekolah swasta”, tuturnya.
Sekolah yang berdiri pada tahun 1979 ini, saat ini hanya memiliki siswa sejumlah 41 anak, dengan perincian kelas 9 sebanyak 20 anak, kelas 8 berjumlah 14 anak, dan kelas 7 hanya 7 anak.
”Padahal dulu pada tahun 1989 hingga tahun 1998 kita mengalami masa kejayaan. Waktu itu jumlah siswa mencapai 200 lebih siswa. Namun sekarang, walau kami sudah berkorban dengan membelikan seragam, namun antusias masyarakat semakin berkurang, karena memang semua kegiatan disekolah selalu berkaitan dengan finansial, sehingga kalau kita akan memberikan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler kita belum bisa”, keluhnya.
Dipaparkan pria kelahiran Batang, 20 Agustus 1964 ini, ketika dulu pemerintah belum bisa membiayai pendidikan, sekolah ini mampu bertahan, dan seteleh adanya pembiayaan dari pemerintah, sekolah ini malah terpinggirkan. Namun, dari keterpurukan yang ada ini, pihak sekolah masih tetap komitmen untuk terus turut serta mencerdaskan kehidupan anak bangsa, kendati hidup segan mati tak mau.
”Harapan kami, kalau bisa, dinas itu membatasi penerimaan siswa baru disekolah-sekolah negeri, apalagi kalau dikaitkan dengan masalah sekarang yang meggunakan KTSP, masing-masing rombel harusnya 36 anak, paling tidak dengan adanya pembatasan kuota, kami masih bisa berharap dapat murid. Selain itu, kami juga sudah berusaha mendatangi dan mencari informasi, siswa yang tidak sekolah, dengan memberi keringanan tidak mematok uang gedung, bahkan kami berikan seragam 1 stel”, keluhnya.
Rohmahadi berharap, seandainya nanti sekolah sudah tidak mampu beroperasional untuk mempertahankan status sekolah, dirinya menginginkan agar sekolah yang sudah memiliki 6 lokal kelas, 1 ruang gudang, 1 ruang komputer dan 1 ruang kantor ini untuk didirikan SMK.
”Dalam hal ini, saya sudah komunikasi dengan wakil PGRI agar gedung sekolah masih bisa dimanfaatkan. Selain itu harapan saya, walaupun SMP ngga ada, kami mohon untuk guru-guru diberdayakan, karena temen-temen guru saya menilai masih tetap komitmen, peduli dengan pendidikan”, pungkasnya. (Trie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar