Selasa, 30 Maret 2010

HITUNG “CEPAT” ALA SEMPOA, SEBUAH METODE YANG MERINDUKAN PENGAKUAN


Oleh: Drs. Sidqon Hadi

Ilmu berhitung (arithmetic) yang terdiri dari empat azaz yaitu “tambah, kurang, kali dan bagi” (+,-, x dan :) sudah lama sekali kita kenal sejak sekolah di bangku SD. Kalau orang Jawa pada jaman dahulu ilmu berhitung ini sangat keren disebutnya dengan nama “ping poro lan sudo” (mengucapkannya sambil menggerakkan lengan dan jari tangan mengepal seperti sebuah gerakan jurus pencak silat).

Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, maka keberadaan ilmu berhitung terus berkembang hingga kini. Bahkan perkembangannya di Indonesia sendiri tidak lepas dari ditemukannya metode-metode terbaru yang datangnya dari luar negeri. Contoh dalam hal ini adalah dengan ditemukannya metode Sempoa dari negeri Cina dan lantas dikembangkan lebih lanjut oleh Jepang.

Perbedaan bentuk sempoa dari Cina dan Jepang adalah pada jumlah manik (biji). Pada sempoa Cina, jumlah manik pertiangnya ada 7, yaitu 2 buah di sebelah atas dan 5 buah di bagian bawah. Sedangkan sempoa Jepang jumlah maniknya ada 5, yaitu 1 manik di bagian atas dan 4 manik di bagian bawah. Dengan demikian nilai pada tiap manik untuk sempoa dari Cina pun berbeda jika dibandingkan yang dari Jepang.

Perbedaan lainnya adalah, jika sempoa Cina hanya berfungsi sebagai alat hitung saja seperti kalkulator, maka sempoa yang dikembangkan oleh Jepang ini lebih dari itu. Selain berfungsi sebagai kalkulator, sempoa Jepang juga berfungsi sebagai alat bantu untuk meningkatkan kecerdasan, khususnya bagi anak-anak. Oleh karena itu sempoa yang dari Cina sering kita lihat hanya ada di toko-toko – bahkan sekarang sudah jarang – sedang sempoa dari Jepang sering dipakai oleh anak-anak sekolah, khususnya sekolah dasar.

Dampak penggunaan Sempoa dari Cina sama dengan kalkulator, yaitu semakin dipergunakan semakin tergantung dan cenderung terbodohi olehnya. Artinya jika suatu saat disuruh menghitung tanpa sempoa, maka pada soal hitungan yang paling sederhana sekalipun tidak bisa dikerjakannya karena sudah terlanjur bergantung kepada alat tersebut. Berbeda dengan Sempoa Jepang, penggunaanya tidak membuat ketergantungan dan terbodohi. Semakin sering menggunakan Sempoa Jepang semakin penggunanya tidak tergantung kepada alat tersebut karena rumus dan operasionalnya mudah diingat dan dibayangkan (minda). Sehingga pada tahap tertentu justru alat sempoanya tersebut sudah tidak diperlukan lagi karena sempoanya tersebut sudah dapat dibayangkannya di otak (minda)

Sebagai produk impor, ilmu berhitung dengan metode Sempoa Jepang ini sudah lama dipakai dan dikembangakan di sekolah-sekolah seluruh penjuru dunia. Bahkan sekolah-sekolah dibeberapa Negara Asia seperti di Jepang, Taiwan dan Malaysia sudah memasukkan pelajaran berhitung dengan metode sempoa ini ke dalam kurikulum sekolah.

Di Indonesia metode sempoa ini baru dikembangakan oleh lembaga-lembaga swasta sejak tahun 1995-an dan itupun sudah terlambat sekitar 7 tahun sebelumnya jika dibandingkan dengan Negara Malaysia. Sebetulnya pada tahun 1996-an Pemerintah kita melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada waktu itu sudah punya rencana untuk memasukkan metode sempoa ke dalam kurikulum sekolah. Namun karena pada tahun 1997 Pemerintah Indonesia dilanda krisis moneter, maka rencana tersebut dibatalkan hingga sekarang. Adapun hingga kini metode sempoa masih ada dan dapat berkembang, maka semata-mata atas upaya dan peran yang sungguh-sungguh dari pihak swasta melalui lembaga-lembaga kursus yang ada yang diselenggarakan oleh pihak swasta.

Keunggulan Metode Sempoa

Secara garis besar dapat dijelaskan keunggulan menggunakan metode sempoa dibandingkan dengan metode lainnya adalah;
a. Operasionalnya lebih mudah karena hanya menggunakan 3 rumus untuk semua operasional +, -, x dan : . Dengan hanya 3 rumus operasional tersebut maka metode sempoa ini mudah dipahami dan dipraktekkan oleh siapapun, bahkan pada anak-anak usia TK sekalipun.
b. Membantu mengoptimalkan kecerdasan otak karena didalam penggunaan metode Sempoa ini juga diajarkan teknik “minda” atau membayang (imajinasi). Berhitung dengan teknik minda ini dilaksanakan dengan tanpa bantuan alat sempoa atau alat apapun. Kemampuan berhitung dengan teknik minda ini merupakan tujuan utama dari belajar sempoa. Pada berhitung menggunakan metode sempoa dua tangan, secara otomatis akan merangsang kerja otak sebelah kiri dan kanan secara selaras dan seimbang. Selain itu dengan sering melakukan latihan berhitung dengan metode sempoa, memungkinkan sel otak manusia (khususnya anak-anak yang masih dalam usia pertumbuhan) akan terangsang untuk berkembang lebih baik, yaitu memiliki daya tampung data lebih banyak dan memiliki ketahanan otak lebih baik, sehingga tidak mudah lupa atau mudah stres.
c. Dapat membantu mata pelajaran lainnya khususnya bidang studi yang ada hubungannya dengan operasi hitungan, misalnya matematika, fisika, kimia dan lain-lainnya. Setidak-tidaknya penguasaan metode sempoa dapat membuat seseorang menjadi tidak pobia terhadap soal-soal yang berhubungan dengan matematika.
d. Lebih cepat karena cara operasionalnya sangat sederhana dan tidak bertele-tele. Mengenai kecepatan dari metode sempoa ini sudah banyak yang membuktikannya dalam beberapa aksi/unjuk kemampuan yang dilaksanakan di beberapa stasiun TV swasta maupun yang penulis saksikan pada murid-murid penulis sendiri. Dalam aksi tersebut ditunjukkan bagaimana adu kecepatan antara anak yang berhitung dengan teknik minda dengan orang dewasa yang berhitung dengan kalkulator. Hasilnya menunjukkan bahwa berhitung dengan metode sempoa (minda) jauh lebih cepat jika dibandingkan berhitung dengan kalkulator
e. Tidak menyebabkan kerja otak secara berlebihan karena dibantu alat visual yaitu sempoa. Meskipun ketika berhitung dengan teknik minda itu tidak menggunakan alat sempoa, tetapi dalam bayangan/imajinasi orang yang mengerjakannya tersebut yang dibayangkan adalah menggunakan alat sempoa. Jadi alat sempoanya sudah dalam bentuk “maya” yaitu diotaknya..

Keunggulan berhitung dengan menggunakan metode sempoa tersebut ternyata di lapangan banyak mengalami kendala yang bersifat non teknis, yaitu masalah penerimaan guru di sekolah dasar. Banyak dari murid-murid kami tidak dapat mempraktekkan kemampuannya untuk berhitung menggunakan metode sempoa atau minda sebagaimana yang sudah dipelajarinya di tempat kursus. Guru di SD melarang murid-murid kami untuk mengerjakan soal-soal hitungan dengan cara yang berbeda dengan gurunya. Padahal dengan hasil yang sama dan waktu lebih cepat, seharusnya sedikit banyaknya ada ruang untuk hal-hal yang berbeda semacam itu. Adanya larangan dan ketiadaan kesempatan untuk perbedaan sama sekali bagi murid-murid kami tersebut akan menghambat perkembangan dari ilmu yang sudah dipelajarinya itu.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa kejadian-kejadian semacam itu dilatarbelakangi oleh beberapa factor yaitu:
a. Ketidaktahuan guru akan metode sempoa sehingga penolakan-penolakan tersebut
pada dasarnya adalah karena adanya keraguan seorang guru kepada apa yang dimiliki murid-muridnya yang memiliki cara pemecahan hitungan secara berbeda dengan apa-apa yang sudah menjadi kebiasaannya bertahun-tahun.
b. Sikap guru yang kadang-kadang masih bersifat “tidak mau tahu” dengan hal-hal baru yang berkembang di sekitarnya. Sikap guru semacam ini akan menutup perkembangan ilmu pengetahuan dan tidak baik bagi perkembangan murid-muridnya.
c. Adanya kekhawatiran guru apabila metode penyelesaian soal berbeda, maka akan menyulitkan siswa itu sendiri ketika mengerjakan soal ulangan bersama atau setidak-tidaknya khawatir akan menyalahi aturan-aturan metodologis yang sudah baku.

Kendala-kendala non teknis tersebut meskipun tidak semuanya ada dan dirasakan oleh murid-murid kami ketika di sekolah, namun tetap saja hal itu sedikit banyaknya akan menjadi ganjalan. Metode berhitung dengan sempoa sebagai pendatang baru harusnya diberi kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya, sehingga ilmu pengetahuan akan terus berkembang dan dunia pendidikan kita maju serta tidak tertinggal dengan Negara-negara tetangganya.

Jika bangsa ini masih mau belajar dari bangsa-bangsa lainnya tentang suatu kemajuan teknologi, budaya, system ekonomi dan lain-lainnya, mengapa pula anak-anak kita di sekolah tidak diberi kesempatan yang sama untuk menikmati belajar suatu metode atau cara belajar tentang ilmu berhitung yang lebih baik yang mungkin akan berguna dan menjadi kebutuhannya kelak di kemudian hari? Lantas apa salah mereka ?

Bagi kami selaku guru dan pembimbing tidak punya keinginan yang muluk-muluk, misalnya untuk mengganti semua metode berhitung yang sudah ada dengan metode sempoa. Itu sangat berlebihan. Bagi kami yang penting adalah asal siswa-siswi kami (termasuk metode sempoa-nya) tersebut dapat diterima secara sewajarnya tanpa ada sikap antipati dan apriori. Itu saja, tiada yang lain.

* Penulis adalah Direktur Lembaga Pendidikan Bina Mulia Batang

8 komentar:

  1. tehnik berhitung dasar yang diajarkan guru ya memang harus diterapkan dong pak!
    ibarat belajar ilmu bela diri masak langsung masuk jurus aneh macam jurus ular atau macan? kan ga mungkin, karena harus belajar kuda kuda dulu. begitu juga berhitung banyak trik dan caranya. tapi basic hitungan dasar bilangan desimal tetap harus dikuasai dulu. masak kita harus belajar langsung bilangan biner atau nybel

    BalasHapus
  2. Kalo kita mau ke satu tempat, ada jalan pintas yang bisa menghemat waktu, apa salahnya ambil jalan itu,daripada kita harus muter jalan padahal tujuannya sama,efektif dan efisien.

    BalasHapus
  3. setuju....baget, gurunya harus belajar sempoa, soalnya guu anak saya lalah berhitung dengan anak saya, makanya metode sempoa gak boleh diterapkan...kan lucu....,buat apa muter2 klo hasilnya sama...

    BalasHapus
  4. Wah Mantap gan , postnya berguna sekali untuk pembaca

    judi bola yang aman dan terpercaya

    BalasHapus
  5. Tertarik dengan metode simpoa, apa ada kursus di daerah bekasi dan sekitarnya ???... trimakasih.

    BalasHapus
  6. Salam salut buat penulisnya, sy sngt suport.ini bgs bngt blognya. Sngt mmbtu mncrdskn ank bgs.cb dijdkn kurikulum baku sbg mtri tmbhn di tk sd.dan smp kan bagus.

    BalasHapus