Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan

Senin, 09 April 2012


Memasukkan Aspek Spiritual
dalam Konsep Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Di Sekolah Dasar

Oleh : Widiastuti Sri Rejeki,S.Pd *


Abstrak :Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manusia. Kerusakan alam dan tingginya zat polutan di muka bumi ini disadari atau tidak merupakan kegagalan pendidikan lingkungan yang notabene merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam.
Sistem pembelajaran IPA yang cenderung monoton dan tidak bervariasi, situasi yang cenderung membuat siswa tertekan, dan kurangnya upaya dari guru untuk memotifasi siswa menjadi alasan yang membuat pengajaran IPA kurang membekas dalam benak siswa. Sementara siswa yang pandai memiliki ketertarikan pada IPA karena pelajaran itu sulit sehingga menjadi gengsi tersendiri jika mahir dalam pelajaran tersebut. Mereka belajar IPA bukan karena memiliki kesadaran akan tanggung jawab terhadap lingkungan sebagai manifestasi dari kesadaran sebagai makhluk Tuhan, melainkan karena berkeinginan menjadi ilmuan.
Sementara itu pelajaran Pendidikan Agama dapat menjadi pengajaran yang membentuk stigma yang membekas secara permanen. Jika pengajaran IPA memasukkan aspek spiritual tentu persoalan akan menjadi lain. Dan konsep ini sebaiknya ditanamkan sejak pendidikan SD, karena merupakan pendidikan dasar.


1.Pendahuluan
Lahirnya istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala-gejala alam, mencatatnya, dan kemudian mempelajarinya. Pengetahuan yang diperoleh mula-mula terbatas pada hasil pengamatan seadanya, kemudian semakin luas akibat dari hasil pemikirannya (Harmoni, 1992). Dengan kemampuan daya pikirnya, kemudian manusia melakukan berbagai macam eksperimen untuk membuktikan dan mencari kebenaran dari suatu pengetahuan. Sejak itulah IPA sebagai suatu ilmu pengetahuan terus berkembang.
Carin dan Sund (1970) mengklasifikasikan hasil pembelajaran IPA berdasarkan hakekat IPA sebagai produk dan proses. Sebagai produk, hasil produk, hasil belajar IPA berupa pemahaman siswa terhadap fakta, konsep, prinsip, dan hukum-hukum IPA. Sebagai proses, hasil belajar IPA berupa sikap, nilai, dan ketrampilan ilmiah. Ketrampilan ilmiah pada hakekatnya dapat dimaknai sebagai bekerja ilmiah, yaitu sebagai lingkup proses yang bertautan erat dengan konsep.
Tampaknya kita tidak dapat memungkiri bahwa pelajaran IPA merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Karena IPA adalah pengetahuan tentang fakta dan hukum-hukum yang didasarkan atas pengamatan dan disusun dalam suatu sistem yang teratur, yang dalam proses pengamatan tersebut kita akan banyak berinteraksi dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan keseharian kita.
Semua sepakat pemanasan global merupakan momok yang menakutkan bagi kehidupan bumi ini. Jika pemanasan bumi ini tidak dikurangi, kerusakan yang maha dasyat akan melanda bumi. Suhu udara semakin panas, air laut akan naik, banjir terjadi di mana-mana. Penyakit bertebaran, dan bencana lainnya akan menghampiri umat manusia, tanpa pandang bulu. Sangat disadari bahwa kerusakan di bumi ini akibat aktifitas manusia yang cenderung eksploitatif. Kecenderungan ini sebagai imbas kurangnya kesadaran spiritual berkait dengan pengetahuan akan lingkungan.
Sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), guru memiliki posisi yang menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola, dan mengevaluasi pembelajaran (Gagne, 1974). Ausubel (1968) mengatakan bahwa guru bertugas mengalihkan seperangkat pengetahuan yang terorganisasi sehingga pengetahuan itu menjadi bagian dari system pengetahuan siswa. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, guru mempunyai keleluasaan untuk menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didik.

2.Aspek Spiritual
Manusia diciptakan oleh Tuhannya sebagai makhluk yang sempurna dan terbaik dibandingkan dengan makhluk yang lain. Untuk memahami kesempurnaan manusia, maka ada tiga potensi (unsur) dasar manusia yang harus dipelajari, yaitu: Fisik, Jiwa dan Ruh.
Potensi pertama adalah Fisik, yaitu semua yang biasa kita indera, misal manusia, rumah, mobil. Ini harus dipelajari dengan rasio manusia sehinggga melahirkan kecerdasan intelektual (IQ). Potensi fikir yang melahirkan IQ tetap harus dimiliki, karena inilah yang memberikan sentuhan pada kehidupan manusia dari aspek pemahaman ilmu dan teknologi.
Potensi kedua adalah Jiwa, yaitu kemampuan seorang untuk dapat merasakan apa yang ada pada sekelilingnya. Potensi jiwa jika dipupuk akan melahirkan sikap empati dan kepedulian akan sekitar. Sehingga tidak hanya memperhitungan keuntungan diri sendiri ketika mengukur suatu keberhasilan, melainkan adanya harmonisasi dengan lingkungan sekitar.
Potensi ketiga adalah Ruh, inilah potensi fitrah yang selalu melekat pada diri manusia, siapapun dia. Potensi ini yang menghubungkan manusia dengan penciptanya yang merupakan pemilik dan pengatur alam semesta ini. Merusak alam berarti menentang pemiliknya. Fakta di lapangan membuktikan, para perusak alam memiliki kesadaran spiritual yang rendah.
Sebagai pengalih seperangkat pengetahuan yang terorganisasikan sehingga pengetahuan itu menjadi bagian dari system pengetahuan siswa (Ausubel,1968), guru memiliki peranan strategis dan menentukan. Untuk menumbuhkan kesadaran spiritual dalam proses transformasi pengetahuan, diperlukan guru yang memiliki kesiapan dan pengetahuan yang mencukupi. Karena dalam pengajaran ini dimasukkan unsur spiritual, maka gurupun harus juga memiliki kesadaran spiritual pula agar proses tranformasi tidak berlangsung secara verbal.
Dalam buku Spiritual Teaching (Abdullah Munir) dijelaskan bahwa pengajaran spiritual terkait erat dengan system pengajaran menggunakan cinta, karenanya proses sangat penting di sini, sebab cinta adalah sesuatu yang berproses, apalagi cinta pada ilmu, butuh proses berkesinambungan di dalamnya. Cinta adalah sikap batin yang akan melahirkan kelembutan, kesabaran, kelapangan, kreativitas, serta tawakal, sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. Di sinilah tampak adanya hubungan timbal-balik antara kelembutan -bukan kelemahan!- hati seorang guru dengan tingginya prestasi anak. Seperti yang tersirat dalam firman Allah : “Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu” (Q.S. Ali Imron [3]: 159).
Reigeluth (1983) menyatakan bahwa pada hakikatnya hanya variable metode pembelajaran yang berpeluang besar untuk dapat dimanipulasi oleh setiap guru dan perancang pembelajaran. Sejalan dengan ini, Degeng (1989) menyatakan, suatu metode pembelajaran seringkali hanya cocok untuk belajar tipe isi tertentu di bawah kondisi tertentu. Hal ini ini berarti bahwa untuk belajar tipe isi yang lain di bawah kondisi yang lain, diperlukan metode pembelajaran yang berbeda.
Tetapi dalam konteks pembelajaran spiritual tidak diperlukan pengubahan metode yang akan digunakan pada proses pembelajaran. Aspek spiritual di sini berfungsi untuk menegaskan akan hakekat pembelajaran IPA sebagai bentuk tanggung jawab sebagai makhluk ciptaannya. Penegasan di sini sekaligus berfungsi untuk menanamkan konsep pembelajaran IPA dalam bentuk sikap yang dalam hal ini sejalan dengan kontek pengajaran KTSP. Alwasilah (2006) mengungkapkan salah satu ciri KTSP adalah tanggap terhadap iptek dan seni, berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan. Artinya guru memiliki keleluasaan untuk menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan.
Kita semua sepakat bahwa dampak pemanasan global terhadap perubahan iklim dan berbagai bencana alam adalah akibat campur tangan manusia. Hal ini seperti tersirat dalam firman Allah “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS Ar-Rum : 44)
Karena manusia yang mengeksplotasi alam adalah produk dunia pendidikan, maka secara tidak langsung intitusi pendidikan memiliki tanggung jawab moral di dalamnya. Pendidikan merupakan proses tranformasi pengetahuan yang bersifat estafet antar generasi, maka belum ada kata terlambat untuk membenahi diri. Dan guru memiliki peranan yang penting di dalamnya.

3. Pengajaran IPA Di Sekolah Dasar.
Mata pelajaran IPA di sekolah dasar (SD) merupakan salah satu objek pelajaran yang harus dipelajari siswa. Karenanya, akan terjadi kecenderungan sikap dalam diri siswa terhadap mata pelajaran tersebut, baik yang positif maupun yang negatif. Yang positif cenderung akan menempuh usaha belajar dengan keras, mempunyai intensitas belajar yang tinggi, dan penuh konsentrasi terhadap pembelajaran IPA. Sebaliknya, yang negatif cenderung tidak akan menunjukkan kesungguhan dalam belajar. Oleh karena itu, salah satu faktor penting dalam keberhasilan pembelajaran IPA di sekolah adalah bergantung pada sumber daya siswa yang berproses dalam pembelajaran. Artinya, penguasaan IPA tergantung dari tingkat kemampuan siswa menerimanya.
Carin dan Sund (1970) mengklasifikasikan hasil pembelajaran IPA berdasarkan hakekat IPA sebagai produk dan proses. Sebagai produk, hasil belajar IPA berupa pemahaman siswa terhadap fakta, konsep, prinsip, dan hukum-hukum IPA. Sebagai proses, hasil belajar IPA berupa sikap, nilai, dan ketrampilan ilmiah. Ketrampilan ilmiah pada hakekatnya dapat dimaknai sebagai bekerja ilmiah. Dalam arti lain, ketrampilan ilmiah juga merupakan bekerja ilmiah, yaitu sebagai lingkup proses yang bertautan erat dengan konsep. Bekerja ilmiah tidak sekedar mengumpulkan fakta, mengumpulkan teori, atau proses mental dan ketrampilan manipulatif, namun merupakan cara-cara memahami gejala alam yang terus berkembang.
Belajar IPA yang diharapkan di SD ialah agar siswa: (1) mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap IPA, teknologi, dan masyarakat; (2) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan; (3) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (4) mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya IPA dalam kehidupan sehari-hari; (5) mengalihgunakan pengetahuan, ketrampilan, dan pemahaman ke bidang pengajaran lainnya; (6) ikut serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam; dan (7) menghargai berbagai macam bentuk ciptaan Tuhan di alam semesta ini untuk dipelajari dan dimanfaatkan lebih lanjut (Pusat Kurikulum, 2002). Dari serangkaian tujuan ini tampak jelas bahwa dalam mempelajari IPA, siswa SD hendaknya ditekankan pada cara belajar dengan berbuat (learnig by doing) dan mengharuskan untuk dilakukan kegiatan secara terintegrasi dalam pembelajaran.
Pada poin enam dan tujuh dari tujuan pembelajaran IPA di SD tersirat jelas bahwa pembelajaran IPA berkait erat dengan kesadaran spiritual sebagai umat Tuhan untuk ikut serta memelihara alam dan menghargai berbagai macam bentuk ciptaanNya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, apakah guru telah melaksanakan pembelajaran secara konsisten dan konsekuen? Di sisi lain buku-buku pelajaran yang digunakan di sekolah dasar hampir semuanya tidak pernah mengaitkan materi pembelajaran IPA dengan konsep spiritual. Sementara bagi guru yang kurang memahami tujuan kurikulum cenderung menyampaikan materi secara lugas seperti yang termuat dalam buku.

4.Alternatif Metode Pengajaran dengan Metafora dalam Pengajaran IPA
Salah satu alternatif penyajian materi yang ditawarkan dalam rangka pembelajaran dengan menggunakan konsep spiritual adalah pembelajaran dengan menggunakan metafora. Baik di awal, pertengahan, ataupun di akhir pembelajaran, dengan tujuan untuk mendongkrak minat dan motivasi siswa sebagai pembelajar. Metafora yang dimaksud adalah dengan menghadirkan cerita tentang tokoh-tokoh yang menerima penghargaan lingkungan, pengusaha sukses yang peduli lingkungan, perumpamaan-perumpamaan mengenai suatu bentuk kehidupan yang notabene akan mereka hadapi kelak, atau menghadirkan tokoh agama yang menguasai sain dan teknologi.
Menurut Dahar (2004), selama ini pengajaran IPA kurang memperhatikan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan nyata. Siswa SD sebaiknya diajar bagaimana menghubungkan IPA dengan kehidupan nyata yang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bekal ini, mereka merasakan kegunaan pelajaran IPA yang selama ini mereka peroleh. Bila siswa ikut melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan masalah-masalah itu, siswa mengetahui mengapa atau untuk apa mereka mengerjakan hal itu.
Penggunaan metafora memungkinkan anak mengandaikan dirinya dengan tokoh yang dipersonakan. Hal ini membuat siswa mampu menjelajah alam kehidupan dengan dirinya sebagai subyek atau pelaku. Pengajaran dengan sistem metafora sendiri selama ini lazim digunakan dalam ceramah-ceramah keagamaan yang terbukti efektif menanamkan nilai secara stigmatis sehingga membekas permanen.
Di atas sudah dijelaskan, Reigeluth (1983) menyatakan bahwa pada hakikatnya hanya variable metode pembelajaran yang berpeluang besar untuk dapat dimanipulasi oleh setiap guru dan perancang pembelajaran. Sejalan dengan ini, Degeng (1989) menyatakan, suatu metode pembelajaran seringkali hanya cocok untuk belajar tipe isi tertentu di bawah kondisi tertentu. Hal ini ini berarti bahwa untuk belajar tipe isi yang lain di bawah kondisi yang lain, diperlukan metode pembelajaran yang berbeda. Jadi, tidaklah salah jika metafora digunakan sebagai salah satu bentuk alternatif metode pengajaran yang mempunyai tipe isi aspek spiritual, dengan asumsi metode ini efektif pada pengajaran agama yang terbukti mampu memunculkan nilai stigmatis permanen.

5. Kesimpulan dan Saran
Dengan memperhatikan uraian di atas, dipandang perlu adanya pemikiran ulang mengenai kebiasaan para pengajar dalam menyampaikan materi pelajaran. Apakah selama ini melupakan betapa pentingnya pengajaran dengan memasukkan unsur spiritual di dalamnya. Hal ini sesuai dengan tujuan pemerintah untuk membentuk masyarakat madani. Lagipula tidak dapat dipungkiri bahwa agama merupakan unsur yang sangat penting dalam situasi global saat ini yang ditandai dengan makin merosotnya moral generasi muda.
Dalam konteks peningkatan kualitas pendidikan IPA, diharapkan ke depannya para pengajar IPA menjadikan metafora sebagai alternatif pembelajaran berkonsep spiritual. Guru sangat berperan di sini, karena gurulah yang menjadi agen penentu pada tercapainya tujuan penbelajaran.
Ke depan diharapkan ada penelitian tindakan kelas yang mengacu pada tingkat keberhasilan pembelajaran IPA dengan konsep spiritual. Karena tulisan ini masih berupa wanaca sehingga diperlukan tindak lanjut untuk mengukur keakuratannya. Penulis mengharap masukan dari berbagai pihak untuk melakukan berbagai perbaikan. Sekali lagi semuanya berpulang pada waktu.


*Widiastuti Sri Rejeki,S.Pd. adalah guru di SD Proyonanggan 03 Batang

Kamis, 01 April 2010

GURU DAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Oleh: Ali Budi, SH, MH, M.Sc

Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.

Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama.

Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.

Bagaimana peranan filsafat pendidikan bagi guru? Apa yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru?. Peranan filsafat pendidikan ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu:

1. Metafisika

Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan.

Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak. Hakekat manusia:

Manusia adalah makhluk jasmani rohani

Manusia adalah makhluk individual sosial

Manusia adalah makhluk yang bebas

Manusia adalah makhluk menyejarah

2. Epistemologi

Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu kesituasi lainnya? Dan akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?

Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui, setidaknya ada lima cara mengetahui sesuai dengan minat/kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui berdasarkan otoritas, wahyu Tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi.

Guru tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.

3. Aksiologi

Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan. Nilai merupakan hubungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab guru adalah: Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk diadopsi? Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? Nilai-nilai apa yang benar-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik?.

Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan.

Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik.

Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan pendidikan.

Terdapat hubungan yang kuat antara perilaku guru dengan keyakinannya:

1. Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran : Komponen penting filsafat pendidikan seorang guru adalah bagaimana memandang pengajaran dan pembelajaran, dengan kata lain, apa peran pokok guru? Sebagian guru memandang pengajaran sebagai sains, suatu aktifitas kompleks. Sebagian lain memandang sebagai suatu seni, pertemuan yang spontan, tidak berulang dan kreatif antara guru dan siswa. Yang lainnya lagi memandang sebagai aktifitas sains dan seni. Berkenaan dengan pembelajaran, sebagian guru menekankan pengalaman-pengalaman dan kognisi siswa, yang lainnya menekankan perilaku siswa.

2. Keyakinan mengenai siswa : Akan berpengaruh besar pada bagaimana guru mengajar? Seperti apa siswa yang guru yakini, itu didasari pada pengalaman kehidupan unik guru. Pandangan negatif terhadap siswa menampilkan hubungan guru-siswa pada ketakutan dan penggunaan kekerasan tidak didasarkan kepercayaan dan kemanfaatan. Guru yang memiliki pemikiran filsafat pendidikan mengetahui bahwa anak-anak berbeda dalam kecenderungan untuk belajar dan tumbuh.

3. Keyakinan mengenai pengetahuan : Berkaitan dengan bagaimana guru melaksanakan pengajaran. Dengan filsafat pendidikan, guru akan dapat memandang pengetahuan secara menyeluruh, tidak merupakan potongan-potongan kecil subyek atau fakta yang terpisah.

4. Keyakinan mengenai apa yang perlu diketahui : Guru menginginkan para siswanya belajar sebagai hasil dari usaha mereka, sekalipun masing-masing guru berbeda dalam meyakini apa yang harus diajarkan.

Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memehami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut.

Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.

Tekanan Darah Tinggi atau Hipertensi

Oleh : Widodo BW.

Berbicara tentang tekanan darah tinggi (hipertensi) maka kita tidak bisa lepas dari pembelajaran tentang gaya sebagai materi pembelajaran IPA kelas empat SD. Sebab tekanan adalah bagian dari dorongan dan dorongan adalah bagian dari gaya yang biasa diajarkan di kelas itu.. Antara tekanan, dorongan, dan gaya adalah masih saudara dekat bahkan masih dalam satu keluarga, ibarat hubungan adalah anak dengan orang tuanya. Sebab gaya adalah orang tuanya tekanan. Sedang darah adalah cairan yang berwarna merah yang terdapat dalam tubuh makhluk hidup yang berdarah yang berfungsi mengangkut oksigen dan zat makanan dalam tubuh. Tinggi?... Adalah ukuran vertikal di atas rata-rata (normal). Jadi tekanan darah tinggi berarti tekanan darah di atas normal atau diatas tekanan darah orang normal pada umumnya.

Pengertian itu bisa diselaraskan dengan pengertian lain yang lebih baku yang menyatakan bahwa tekanan darah tinggi adalah sebuah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis dalam waktu lama diatas tekanan darah 140/90 mmHg dalam kondisi istirahat.. Tekanan darah tinggi (hipertensi) ini adalah gambaran begitu buruknya sistem kordiovascular pada tubuh seseorang.yang disebabkan oleh banyak faktor dan dapat memicu penyakit degeneratif yang berjamaah (komplikasi). Faktor itu antara lain, kerusakan pada ginjal, banyaknya angin, racun (toksin), asam, dan kolesterol dalam tubuh. Agar anda bisa lebih jelas tentang pengertian tekanan darah tinggi maka anda bisa melihat tabel di bawah.

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara antara lain. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Atau mungkin, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Akibatnya darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterisoklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

Bertambahnya cairan dalam sirkulasi juga bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika:aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.

Gejala Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, pendarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.Tetapi jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

Sistem peredaran darah kita bisa diibaratkan air yang dialirkan melalui pipa yang penjangnya ribuan kilometer ke berbagai tempat yang ketinggiannya tidak sama. Air itu mengandung banyak unsur kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh banyak pihak dalam berbagai komunitas untuk melangsungkan kehidupannya sehari-hari. Agar air itu bisa sampai ke berbagai tempat yang ketinggian tidak sama maka air harus mendapat tekanan yang kuat dari hulu. Tekanan itu bisa berasal dari gravitasi, juga bisa dari tekanan sebuah mesin pemompa yang bekerja secara otomatis bila asal air itu dari dataran rendah. Bedanya air yang mengalir melalui pipa di alam terbuka, setelah terpakai terbuang begitu saja dan dibiarkan mengalir ke tempat yang lebih rendah bahkan mungkin sampai ke laut. Tapi dalam peredaran darah kita, darah yang telah mengalir di tempat yang jauh diharuskan bisa kembali lagi ke tempat semula yaitu jantung melalui pambuluh balik (vena) mengingat peredaran darah kita adalah tertutup.

Di dalam peredaran darah kita juga ada alat pemompa. Alat itu adalah jantung yang bekerja sepanjang hari sepanjang malam sepanjang kehidupan kita. Alat ini bekerja secara otomatis, berhenti sebentar saja maka aliran darah akan berhenti, dan kehidupan kita di dunia akan terancam. Bahkan mungkin kita bisa segera berpindah ke alam lain yaitu alam barzah.

Sampai di sini kita bisa berargumen sederhana betapa rumitnya peredaran darah kita dibanding sistem peredaran air PDAM atau sistem pipanisasi minyak pertamina. Meski dalam kenyataan kadang kita bertanya “ Mungkinkah sistem peredaran air PDAM dan pertamina yang lebih sederhana itu tidak pernah macet, tidak pernah tersumbat oleh kotoran dan angin atau sampah meskipun di sana telah terpasang banyak filter?

Tentu ada kemungkinan aliran air itu akan berjalan lancar jika air atau minyak yang dialirkan itu tidak mengandung banyak limbah, dan filter yang terpasang mendapat perawatan yang memadai. Akan tetapi jika hal yang dimaksud tidak terpenuhi, maka pipa tempat mengalirnya benda cair itu akan tersumbat oleh kotoran dan sampah. Sehingga benda cair itu tidak akan mengalir atau mungkin pipanya akan pecah jika tekanan air dari hulu melampaui batas kekuatan pipa.

Demikian halnya pada peredaran darah kita. Jika darah itu kotor, banyak mengandung racun, dan banyak mengandung kolesterol, lama kelamaan akan mengendap pada dinding pembuluh sehingga lubang pembuluh itu menjadi menyempit dan bahkan dapat menyumbat sama sekali. Fatalnya darah tidak mengalir bahkan bisa menyebabkan pembuluh darah menjadi pecah jika terus mendapat tekanan yang kuat dari jantung.

Pembuluh darah yang pecah dapat menyebabkan seseorang menjadi lumpuh dan stroke. Jika sudah stroke apakah yang akan dilakukan? Apakah dengan membawa ke rumah sakit stroke akan sembuh? Berdasarkan pengalaman empiris dan melalui berita media massa dan elektronik mungkin anda bisa menyimpulkan berapa persen penderita stroke dapat disembuhkan di rumah sakit.

Dan berapa persenkah dari mereka yang menjadikan rumah sakit sebagai tempat pembuangan uang dan mempercepat atau memperlambat kematian?

Pembuluh darah adalah tempat mengalirnya darah yang mengangkut oksigen dan zat makanan dalan tubuh. Jika dihitung sudah berapa tahunkah pembuluh darah itu telah kita pakai? Andaikan pipa pralon sudah seperti apakah pipa itu. Masihkah dalamnya bersih tanpa sedikit pun kotoran yang telah mengerak. Hal yang sama telah terjadi dalam pembuluh darah kita. Telah sekian tahun kita pakai, kita gunakan dalam menjaga kehidupan kita tanpa sadar kita juga kadang tak pernah memperhatikannya. Maka bukan hal yang tidak mungkin dalam pembuluh darah penuh dengan kerak kotoran baik yang mengandung kalsium (arterisoklerosis) maupun kolesterol (aterokerosis) akibat banyak mengkonsumsi makanan lezat dan makanan siap saji yang banyak mengandung zat kimia dan racun. Semakin lama kerak kotoran, kolesterol, dan racun itu semakin menebal, semakin lama pula lubang dalam pembuluh darah itu semakin menyempit dan semakin lama tekanan darah semakin meningkat.

Lantas bagaimana dengan beban dan fungsi ginjal? Ginjal akan ikut teracuni dan mungkin juga bisa tersumbat.Dalam hal ini ginjal harus kita pahami dan perhatikan. Sebab ginjal adalah merupakan organ dalam tubuh kita yang berfungsi sebagai filter darah dalam mempertahankan unsur-unsur yang layak dipertahankan dan membuang unsur-unsur yang tidak berguna bagi tubuh kita. Ginjal juga berfungsi sebagai pensetabil tekanan darah dengan cara menambah pengeluaran garam dan air ketika tekanan darahnya meningkat agar volume garam dan air berkurang dalam tubuh kita. Ginjal juga akan mengurangi pembuangan garam dan air ketika tekanan darahnya menurun. Ginjal juga dapat meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut rennin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

Ginjal fungsinya akan berkurang jika tersumbat oleh batu ginjal, kadar asam yang tinggi, racun rokok, miras, toksin dari sisa metabolisme makanan siap saji yang berkimia, dan faktor lain yang dapat mengganggu kinerja ginjal. Jika fungsi ginjal berkurang akibatnya racun dalam tubuh akan semakin menumpuk ikut memampatkan peredaran darah sehingga tekanan darah semakin lama akan semakin meningkat. Ginjal yang telah banyak racunnya tidak akan mengenal mana yang racun dan mana yang bukan racun, tidak bisa memilah-milah mana yang layak dipertahankan untuk tubuh dan mana yang harus dibuang melalui air kencing. Sebagaimana pemimpin atau orang yang dzalim yang tidak akan pernah mengenal mana yang dzalim dan bukan dzalim.

Obat-obat kimia dapat membantu untuk sesaat, tapi semakin lama menggunakan obat kimia maka racun akan semakin menumpuk untuk ikut meningkatkan tekanan darah dan memperburuk fungsi ginjal. Semakin buruk fungsi ginjal maka akan semakin menumpuk darah kotor dan racun dalam tubuh yang secara otomatis pula akan meningkatkan tekanan darah. Antara darah kotor dengan kerusakan ginjal akan saling dukung mendukung untuk meningkatkan tekanan darah dan memperburuk kondisi tubuh.

Untuk memperbaiki ginjal sebaiknya menggunakan obat-obatan yang berbahan herbal yang bersifat detoksifikasi dan memperbaiki jaringan tubuh.

Jika didasarkan pada penggolongan maka hipertensi terbagi menjadi dua golongan yaitu:

Hipertensi primer atau esensial

Hipertensi ini adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).Meskipun belum diketahui penyebabnya secara pasti tetapi ada kemungkinan hipertensi ini disebabkan oleh adanya perubahan pada jantung dan pembuluh darah secara bersama-sama.

Hipertensi sekunder

Hipertensi ini disebabkan / sebagai akibat dari adanya penyakit lain. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.

Rincian penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

Penyakit ginjal yang terdiri atas stenosis arteri renalis, pielonefritis,glomerulonefritis, tumor-tumor ginjal, penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan), trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal), terapi penyinaran yang mengenai ginjal

Kelainan hormonal antara lain hiperaldosteronisme, sindroma Cushing, feokromositoma.

Obat-obatan antara lain pil KB, kortikosteroid, siklosporin, eritropoietin, kokain, penyalahgunaan alkohol, kayu manis (dalam jumlah sangat besar)

Penyebab lainnya yaitu koartasio aorta, preeklamsi pada kehamilan, porfiriaintermiten akut, keracunan timbal akut.

Selasa, 30 Maret 2010

EDITORIAL EDISI 7

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Agar program pendidikan dapat sukses, maka ketiga komponen penanggung jawab tersebut perlu mengadakan sinergi gagasan dan potensi, sehingga dapat menghasilkan kekuatan yang besar. Sinergi seperti ini kini semakin penting mengingat problema dan tantangan yang dihadapi pendidikan semakin besar dan kompleks, sementara sumber-sumber yang dapat digunakan untuk menghadapinya sangat terbatas.

Untuk melakukan sinergi tersebut diperlukan wahana komunikasi yang intensif, sehingga antara satu pihak dengan yang lain, dapat saling bertukar pikiran dan informasi, guna menyatukan gagasan dan potensi yang dimiliki. Oleh karena itu, hadirnya Jurnal Pendidikan Batang Berkembang diharapkan dapat menjadi salah satu media komunikasi antara berbagai pihak yang menaruh perhatian dan merasa berkepentingan dengan pengembangan pendidikan di Kabupaten Batang khususnya, dan di tanah air tercinta pada umumnya.

Buletin Jurnal Pendidikan Batang Berkembang yang sudah terbit hingga edisi ke-7 ini diharapkan dapat memuat berbagai gagasan pendidikan, berbagai inovasi yang sedang dan telah dilakukan oleh sekolah atau oleh lembaga pendidikan lainnya, agar dapat dipakai bahan pembanding bagi sekolah atau pihak lain. Buletin ini diharapkan juga memuat problema yang dihadapi lembaga pendidikan, baik tingkat lokal maupun nasional, sehingga menjadi pelajaran sekaligus mengundang para pemerhati untuk membantu memecahkannya.

Pada saat kita sedang berupaya keras menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, dengan mutu yang baik, terbitnya buletin ini diharapkan dapat menjadi media sosialisasi berbagai program yang sedang dilaksanakan dan juga menjadi media tukar menukar gagasan untuk penyempurnaannya ataupun merancang program ke depan. Perkembangan, keberhasilan maupun kendala dari program yang sedang dilaksanakan dapat dimuat secara berkala, dalam bentuk fitur, artikel, pesan dan informasi, selingan maupun reportase.

Dari pengalaman selama ini, memulai penerbitan suatu buletin atau majalah ini relatif mudah, tetapi untuk mempertahankannya agar dapat terbit secara ajeg seringkali lebih sulit. Oleh karena itu, sejak awal sudah harus dirancang strategi untuk secara kontinyu dapat memperoleh naskah yang cocok dan bermutu baik. Saya, atas nama pribadi maupun atas nama Dewan Pendidikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memprakarsai dan membantu upaya penerbitan buletin ini. Semoga Jurnal Pendidikan Batang Berkembang ini mencapai maksud dan tujuannya.

Adapun peran serta masyarakat terhadap mutu pendidikan / sekolah merupakan parent support group harus diposisikan sebagai penunjang dan harus diberikan main set untuk sadar pendidikan, serta peran lingkungan dan mass media wajib bertanggung jawab terhadap majunya pendidikan secara pro aktif, dalam hal ini penentu adalah peran Pemerintah secara mutlak, serta kunci pokok yang harus dibebankan kepada Kepala Sekolah dan Guru, yang oleh karenanya mereka harus berkualitas dan unggul, tidak usah menunggu fasilitas yang harus baik, namun harus selalu didasari tekad spirit berkarya keras dan berjuang serta niat kerja keras serta tanggung jawab.

Pembangunan karakter anak didik, guru dan aparat pendidikan harus digarap. Nation and character building kini harus dibangun dengan nilai-nilai perjuangan budi pekerti dan akhlakul karimah, dalam hal ini harus ada penanaman, penelitian dan pembiasaan, jangan Teks book thingking, serta perlu ada buku referensi, budi pekerti yang dicetak APBD tingkat I atau II.

Dengan anggaran 20 % untuk pendidikan serta didukung APBD untuk peningkatan mutu pendidikan dan selanjutnya MoU (50%, 30%, 20%), Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah (Guru) dan kepedulian masyarakat harus bertekad dan bertanggungjawab atas tercapainya mutu pendidikan hingga pembangunan SDM melalui pendidikan bisa terjamin.

Siapkah anda ????!

HITUNG “CEPAT” ALA SEMPOA, SEBUAH METODE YANG MERINDUKAN PENGAKUAN


Oleh: Drs. Sidqon Hadi

Ilmu berhitung (arithmetic) yang terdiri dari empat azaz yaitu “tambah, kurang, kali dan bagi” (+,-, x dan :) sudah lama sekali kita kenal sejak sekolah di bangku SD. Kalau orang Jawa pada jaman dahulu ilmu berhitung ini sangat keren disebutnya dengan nama “ping poro lan sudo” (mengucapkannya sambil menggerakkan lengan dan jari tangan mengepal seperti sebuah gerakan jurus pencak silat).

Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, maka keberadaan ilmu berhitung terus berkembang hingga kini. Bahkan perkembangannya di Indonesia sendiri tidak lepas dari ditemukannya metode-metode terbaru yang datangnya dari luar negeri. Contoh dalam hal ini adalah dengan ditemukannya metode Sempoa dari negeri Cina dan lantas dikembangkan lebih lanjut oleh Jepang.

Perbedaan bentuk sempoa dari Cina dan Jepang adalah pada jumlah manik (biji). Pada sempoa Cina, jumlah manik pertiangnya ada 7, yaitu 2 buah di sebelah atas dan 5 buah di bagian bawah. Sedangkan sempoa Jepang jumlah maniknya ada 5, yaitu 1 manik di bagian atas dan 4 manik di bagian bawah. Dengan demikian nilai pada tiap manik untuk sempoa dari Cina pun berbeda jika dibandingkan yang dari Jepang.

Perbedaan lainnya adalah, jika sempoa Cina hanya berfungsi sebagai alat hitung saja seperti kalkulator, maka sempoa yang dikembangkan oleh Jepang ini lebih dari itu. Selain berfungsi sebagai kalkulator, sempoa Jepang juga berfungsi sebagai alat bantu untuk meningkatkan kecerdasan, khususnya bagi anak-anak. Oleh karena itu sempoa yang dari Cina sering kita lihat hanya ada di toko-toko – bahkan sekarang sudah jarang – sedang sempoa dari Jepang sering dipakai oleh anak-anak sekolah, khususnya sekolah dasar.

Dampak penggunaan Sempoa dari Cina sama dengan kalkulator, yaitu semakin dipergunakan semakin tergantung dan cenderung terbodohi olehnya. Artinya jika suatu saat disuruh menghitung tanpa sempoa, maka pada soal hitungan yang paling sederhana sekalipun tidak bisa dikerjakannya karena sudah terlanjur bergantung kepada alat tersebut. Berbeda dengan Sempoa Jepang, penggunaanya tidak membuat ketergantungan dan terbodohi. Semakin sering menggunakan Sempoa Jepang semakin penggunanya tidak tergantung kepada alat tersebut karena rumus dan operasionalnya mudah diingat dan dibayangkan (minda). Sehingga pada tahap tertentu justru alat sempoanya tersebut sudah tidak diperlukan lagi karena sempoanya tersebut sudah dapat dibayangkannya di otak (minda)

Sebagai produk impor, ilmu berhitung dengan metode Sempoa Jepang ini sudah lama dipakai dan dikembangakan di sekolah-sekolah seluruh penjuru dunia. Bahkan sekolah-sekolah dibeberapa Negara Asia seperti di Jepang, Taiwan dan Malaysia sudah memasukkan pelajaran berhitung dengan metode sempoa ini ke dalam kurikulum sekolah.

Di Indonesia metode sempoa ini baru dikembangakan oleh lembaga-lembaga swasta sejak tahun 1995-an dan itupun sudah terlambat sekitar 7 tahun sebelumnya jika dibandingkan dengan Negara Malaysia. Sebetulnya pada tahun 1996-an Pemerintah kita melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada waktu itu sudah punya rencana untuk memasukkan metode sempoa ke dalam kurikulum sekolah. Namun karena pada tahun 1997 Pemerintah Indonesia dilanda krisis moneter, maka rencana tersebut dibatalkan hingga sekarang. Adapun hingga kini metode sempoa masih ada dan dapat berkembang, maka semata-mata atas upaya dan peran yang sungguh-sungguh dari pihak swasta melalui lembaga-lembaga kursus yang ada yang diselenggarakan oleh pihak swasta.

Keunggulan Metode Sempoa

Secara garis besar dapat dijelaskan keunggulan menggunakan metode sempoa dibandingkan dengan metode lainnya adalah;
a. Operasionalnya lebih mudah karena hanya menggunakan 3 rumus untuk semua operasional +, -, x dan : . Dengan hanya 3 rumus operasional tersebut maka metode sempoa ini mudah dipahami dan dipraktekkan oleh siapapun, bahkan pada anak-anak usia TK sekalipun.
b. Membantu mengoptimalkan kecerdasan otak karena didalam penggunaan metode Sempoa ini juga diajarkan teknik “minda” atau membayang (imajinasi). Berhitung dengan teknik minda ini dilaksanakan dengan tanpa bantuan alat sempoa atau alat apapun. Kemampuan berhitung dengan teknik minda ini merupakan tujuan utama dari belajar sempoa. Pada berhitung menggunakan metode sempoa dua tangan, secara otomatis akan merangsang kerja otak sebelah kiri dan kanan secara selaras dan seimbang. Selain itu dengan sering melakukan latihan berhitung dengan metode sempoa, memungkinkan sel otak manusia (khususnya anak-anak yang masih dalam usia pertumbuhan) akan terangsang untuk berkembang lebih baik, yaitu memiliki daya tampung data lebih banyak dan memiliki ketahanan otak lebih baik, sehingga tidak mudah lupa atau mudah stres.
c. Dapat membantu mata pelajaran lainnya khususnya bidang studi yang ada hubungannya dengan operasi hitungan, misalnya matematika, fisika, kimia dan lain-lainnya. Setidak-tidaknya penguasaan metode sempoa dapat membuat seseorang menjadi tidak pobia terhadap soal-soal yang berhubungan dengan matematika.
d. Lebih cepat karena cara operasionalnya sangat sederhana dan tidak bertele-tele. Mengenai kecepatan dari metode sempoa ini sudah banyak yang membuktikannya dalam beberapa aksi/unjuk kemampuan yang dilaksanakan di beberapa stasiun TV swasta maupun yang penulis saksikan pada murid-murid penulis sendiri. Dalam aksi tersebut ditunjukkan bagaimana adu kecepatan antara anak yang berhitung dengan teknik minda dengan orang dewasa yang berhitung dengan kalkulator. Hasilnya menunjukkan bahwa berhitung dengan metode sempoa (minda) jauh lebih cepat jika dibandingkan berhitung dengan kalkulator
e. Tidak menyebabkan kerja otak secara berlebihan karena dibantu alat visual yaitu sempoa. Meskipun ketika berhitung dengan teknik minda itu tidak menggunakan alat sempoa, tetapi dalam bayangan/imajinasi orang yang mengerjakannya tersebut yang dibayangkan adalah menggunakan alat sempoa. Jadi alat sempoanya sudah dalam bentuk “maya” yaitu diotaknya..

Keunggulan berhitung dengan menggunakan metode sempoa tersebut ternyata di lapangan banyak mengalami kendala yang bersifat non teknis, yaitu masalah penerimaan guru di sekolah dasar. Banyak dari murid-murid kami tidak dapat mempraktekkan kemampuannya untuk berhitung menggunakan metode sempoa atau minda sebagaimana yang sudah dipelajarinya di tempat kursus. Guru di SD melarang murid-murid kami untuk mengerjakan soal-soal hitungan dengan cara yang berbeda dengan gurunya. Padahal dengan hasil yang sama dan waktu lebih cepat, seharusnya sedikit banyaknya ada ruang untuk hal-hal yang berbeda semacam itu. Adanya larangan dan ketiadaan kesempatan untuk perbedaan sama sekali bagi murid-murid kami tersebut akan menghambat perkembangan dari ilmu yang sudah dipelajarinya itu.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa kejadian-kejadian semacam itu dilatarbelakangi oleh beberapa factor yaitu:
a. Ketidaktahuan guru akan metode sempoa sehingga penolakan-penolakan tersebut
pada dasarnya adalah karena adanya keraguan seorang guru kepada apa yang dimiliki murid-muridnya yang memiliki cara pemecahan hitungan secara berbeda dengan apa-apa yang sudah menjadi kebiasaannya bertahun-tahun.
b. Sikap guru yang kadang-kadang masih bersifat “tidak mau tahu” dengan hal-hal baru yang berkembang di sekitarnya. Sikap guru semacam ini akan menutup perkembangan ilmu pengetahuan dan tidak baik bagi perkembangan murid-muridnya.
c. Adanya kekhawatiran guru apabila metode penyelesaian soal berbeda, maka akan menyulitkan siswa itu sendiri ketika mengerjakan soal ulangan bersama atau setidak-tidaknya khawatir akan menyalahi aturan-aturan metodologis yang sudah baku.

Kendala-kendala non teknis tersebut meskipun tidak semuanya ada dan dirasakan oleh murid-murid kami ketika di sekolah, namun tetap saja hal itu sedikit banyaknya akan menjadi ganjalan. Metode berhitung dengan sempoa sebagai pendatang baru harusnya diberi kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya, sehingga ilmu pengetahuan akan terus berkembang dan dunia pendidikan kita maju serta tidak tertinggal dengan Negara-negara tetangganya.

Jika bangsa ini masih mau belajar dari bangsa-bangsa lainnya tentang suatu kemajuan teknologi, budaya, system ekonomi dan lain-lainnya, mengapa pula anak-anak kita di sekolah tidak diberi kesempatan yang sama untuk menikmati belajar suatu metode atau cara belajar tentang ilmu berhitung yang lebih baik yang mungkin akan berguna dan menjadi kebutuhannya kelak di kemudian hari? Lantas apa salah mereka ?

Bagi kami selaku guru dan pembimbing tidak punya keinginan yang muluk-muluk, misalnya untuk mengganti semua metode berhitung yang sudah ada dengan metode sempoa. Itu sangat berlebihan. Bagi kami yang penting adalah asal siswa-siswi kami (termasuk metode sempoa-nya) tersebut dapat diterima secara sewajarnya tanpa ada sikap antipati dan apriori. Itu saja, tiada yang lain.

* Penulis adalah Direktur Lembaga Pendidikan Bina Mulia Batang

GENERASI MUDA AKAN KEHILANGAN JATI DIRI


Setyorini Guru TK ‘Mekar Jaya’ Desa Gondang Kecamatan Subah Kabupaten Batang jebolan dari Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Surakarta pada tahun 2005 dan telah lulus dari PGTK PGRI Semarang menyatakan ;
Telah diketahui bersama bahwa Seni Karawitan adalah sebagai budaya adi luhung cerminan ketinggian tingkat peradaban bangsa kita saat sekarang dalam keadaan mengkhawatirkan. Pada era tekhnologi, informasi dan globalisasi, seni karawitan terkepung dari berbagai arah, oleh berbagai jenis Seni Industri yang tampil glamour, praktis, ekonomis serta tampak menjanjikan secara material, dan kadang – kadang menjijikan walaupun popular dalam pementasan. Tayangan seni industri yang ditayangkan diberbagai media dengan tawaran kemewahan nilai material, kebebasan, etika yang kadang-kadang kurang sesuai dengan budaya ketimuran, mampu memikat masyarakat, terutama kaum muda dan anak-anak.
Penampilan glamour, murah dan mudah didapatkan, hamper tiada henti pada setiap hari melalui berbagai media elektronik yang semakin menjauhkan anak-anak dari Seni budayanya sendiri, terutama pada Seni Karawitan Jawa Mocopat dan berbagai nilai luhur yang terkandung didalamnya, Seni Karawitan yang kurang menjanjikan dari sisi material, popularitas dan kemewahan akhirnya semakin ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya, terutama dari kalangan muda dan anak-anak.
Hal inilah yang kemudian mengusik rasa khawatir masyarakat pendukung karawitan, dan akhirnya timbul pertanyaan, akankah kedepan Seni Karawitan Jawa kehilangan generasi pendukung ?, atau akankah kelak anak cucu kita berguru kebangsa lain ?, atau yang lebih parah, akankah Seni Karawitan kita hanya tinggal kenangan, apabila menyimak kondisi yang sedang dihadapi oleh dunia Seni Karawitan dewasa ini, tidak menutup kemungkinan, hal terburuk tersebut bukan tidak mungkin terjadi.
Apabila dicermati letak sebagian besar kaum muda dan anak untuk menekuni atau sekedar menghargai budaya jawa, rasanya tidak hanya karena ada pilihan seni lain yang lebih glamour, murah dan mudah didapat dan dinikmati, melainkan juga kurangnya perhatian dan upaya keras dari masyarakat pendukung seni budaya untuk mengenalkan dan menanamkan rasa cinta kaum muda dan anak-anak yang menduduki dunia pendidikan, dari PAUD hingga Perguruan Tinggi pada seni budaya sendiri.

Membuat Anak Gemar Membaca

Membuat anak gemar membaca buku bukanlah hal yang mudah. Keluarga mempunyai peranan yang penting untuk menumbuhkan minat baca anak. Berikut ini tips untuk menumbuhkan minat baca anak:
1. Bacakan buku sejak anak lahir
Bayi yang terbiasa diajak berkomunikasi dan dibacakan cerita akan mempunyai kemampuan bahasa yang lebih tinggi ketimbang bayi yang minim komunikasinya.
2. Keluarga mencontohkan
Orangtua dan orang-orang dewasa yang ada di keluarga harus menjadi contoh. Karena itu agar anak tertarik membaca, maka orangtua dan orang dewasa juga harus gemar membaca. Biasakan membaca di depan anak agar hal tersebut dicontoh oleh anak.
3. Menabung untuk membeli buku
Bagi orangtua yang berpenghasilan pas-pasan, menabunglah untuk membeli buku.
4. Membuat buku sendiri
Buku tidak harus mahal dan dibeli di toko. Orangtua bisa membuatkan buku untuk anaknya. Misalnya dengan membeli buku-buku bekas atau cerita bergambar bekas. Agar tampilannya terlihat baru, buku-buku bekas itu digunting kemudian ditempelkan di buku gambar. Yang dibutuhkan hanyalah kreatifitas orangtua.
5. Ajak anak ke toko buku
Jadikan toko buku menjadi tempat singgah yang menyenangkan bagi anak. Beri kepercayaan kepada anak untuk memilih buku sendiri. Orangtua hanya berperan dalam menyeleksi buku.
6. Ajak anak ke perpustakaan
Mengajak anak ke perpustakaan juga sebagai alternatif jika tidak memiliki uang untuk membeli buku. Namun sayangnya jumlah perpustakaan untuk anak sangat kurang.
7. Menceritakan kembali tentang apa yang telah didengar atau dibacanya
Anak sangat suka diajak untuk berdiskusi mengenai materi yang mereka baca atau mereka lihat dan dengar. Bisa juga dengan mengajukan pertanyaan tentang isi buku yang telah dibaca oleh anak.
8. Menonton film dan beli bukunya
Anak-anak akan antusias jika mereka bisa membaca buku-buku dari tokoh film yang sudah mereka kenal.
9. Memberi hadiah
Anak akan sangat bersemangat jika diberi penghargaan atau hadiah. Pakailah cara itu untuk merangsang minat baca anak. Penghargaan bisa bersifat materi dan non materi. Jika anak bisa menyelesaikan pembacaan sebuah buku dan bisa menceritakan ulang dengan benar, berikan kata-kata yang positif yang akan membangun rasa percaya diri anak dalam membaca sehingga anak akan menyukai kegiatan membaca. Jika anak membuat kesalahan dalam membaca, jangan langsung dikritik melainkan mengarahkannya dengan sabar.
Sumber:
Warta Kota - Minggu, 25 Mei 2008

PERAN KEPALA SEKOLAH DASAR

Oleh : Yuli Wintarno, S.Pd *)

Diantara pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya, Kepala Sekolah Dasar merupakan pemimpin satuan pendidikan yang sangat penting, karena merupakan nahkoda yang menentukan kemana arah dan target yang harus dicapai. Kepala sekolah paling bertanggung jawab dengan pelaksanaan program pendidikan disekolahnya. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada kecakapan dan kebijaksanaannya. Kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang dituntut profesional dalam memimpin dan harus bisa berperan ”memberdayakan semua komponen pendidikan”, baik yang berupa fisik maupun non fisik.
Kinerja kepala sekolah harus sinergi dengan para guru, pegawai sekolah, komite dan masyarakat dalam mendidik siswa, agar tercapai visi, misi serta program sekolahnya. Program pendidikan secara nasional diatur oleh pemerintah, namun peran dan aktifitas kepala sekolah sangat menentukan keberhasilan sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah merupakan kunci kesuksesan dalam mengadakan perubahan, sehingga kegiatan meningkatkan dan memperbaiki program serta proses pembelajaran disekolah sebagian besar terletak pada diri kepala sekolah itu sendiri.
Peran dan tanggung jawab kepala sekolah dasar cukup berat, namun apabila dilaksanakan dengan penuh dedikasi dan semangat, akan terbentuk rasa suatu tantangan pekerjaan yang mengasyikan. Peran tersebut antara lain ;
• Peran kepala sekolah sebagai manajer dituntut mampu mengadakan prediksi masa depan sekolah, misalnya tentang kualitas yang diinginkan masyarakat, melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan kegiatan-kegiatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah, menciptakan strategi atau kebijakan, baik perencanaan, maupun operasionalnya, dan melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya.
• Peran kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah memiliki tanggung jawab menggerakan seluruh sumberdaya yang ada disekolah, sehingga melahirkan etos kerja dan produktifitas yang tinggi dalam mencapai tujuan. Maka, figur kepala sekolah harus berkepribadian yang kuat, percaya diri, berani, bersemangat, murah hati dan memiliki kepekaan sosial. Kepala sekolah harus memahami tujuan pendidikan dengan baik, serta menemukan strategi yang tepat untuk mencapainya. Pengetahuan yang luas tentang bidang tugasnya seperti ; menyusun jadwal pelajaran dan mengembangkan konsep pengembangan sekolah, mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif. Kepala sekolah juga harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat aga ikut berperan serta dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.
• Peran kepala sekolah sebagai administrator dalam satuan pendidikannya harus bisa melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengawasan, pengelolaan seperti kurikulum pengajaran, kepegawaian, kesiswaan, kantor, perlengkapan, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dengan masyarakat.
• Peran kepala sekolah sebagai supervisor sekolah adalah usaha memberi layanan kepada para guru, baik secara individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar dengan tujuan antara lain ; menciptakan, memperbaiki dan memelihara organisasi kelas agar siswa dapat mengembangkan minat, bakat dan kemampuan secara optimal.
• Peran kepala sekolah yang tidak kalah pentingnya adalah, kepala sekolah juga harus sebagai; inovator (pembaharu), motivator (pembangkit semangat), educator (pendidik), figurehead (simbol), spokesmen (juru bicara), disturbance handler (menangani gangguan), negotiator (perunding), entrepreneur (wiraswasta).
Kepada kepala sekolah dasar khususnya, penulis mengajak mari jiwa raga kita perankan / abdikan dengan ikhlas, bersemangat, kreatif, inovatif dan selalu mengikuti perubahan dan perkembangan jaman agar tercapai pendidikan yang diinginkan semua pihak.

*) Penulis adalah Kepala SDN Gumawang 02
Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Pecalungan.

SMK, Jembatan Sekolah dan Dunia Kerja

Oleh : Syamsir Alam

Sudah hampir satu dasawarsa memasuki abad ke-21, bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan untuk menyusun dan merumuskan konsep kebijakan dan strategi yang solid dalam upaya mencerdaskan dan menyejahterakan warganya. Masih buruknya mutu pendidikan pada hampir semua jenis dan tingkatan pendidikan semakin menegaskan sinyalemen di muka. Semakin meningkatnya angka pengangguran anak-anak usia produktif yang diakibatkan dari rendahnya kemampuan dasar, keterampilan, dan keahlian menjadi cermin nyata bahwa bangsa ini masih menghadapi persoalan besar dalam bidang pendidikan.
Di lain pihak, kita selalu disuguhkan dengan berbagai prestasi beberapa siswa (few geniuses) pada berbagai perlombaan tingkat nasional dan internasional. Dari sejumlah prestasi itu, sayangnya pemerintah masih belum berhasil mengimbaskannya kepada siswa-siswa lain, baik secara masif maupun sistemis. Dengan bahasa lain, dapat dikatakan hasil yang diperoleh beberapa siswa dari mengikuti berbagai ajang perlombaan bergengsi dan dengan biaya yang sangat mahal itu ternyata belum mampu membawa perubahan terhadap capaian belajar siswa (student attainment) secara umum. Seharusnya partisipasi dalam perlombaan itu dapat dijadikan bagian dari upaya pemerintah untuk membangun sistem pendidikan yang lebih bermutu dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah belum mampu menjadikan capaian pada berbagai ajang lomba itu untuk membangun dan meningkatkan motivasi belajar, menanamkan semangat dan daya juang (risk-taking) serta ketekunan (resilience) di kalangan siswa lainnya, sebaliknya pemerintah hanya berhenti pada kepuasan sesaat.
Harus diakui sistem pendidikan yang dibangun sejauh ini belum banyak berperan dalam membantu menyelesaikan persoalan bangsa. Secara umum, lulusan pendidikan menengah masih belum dibekali dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai untuk dapat masuk pasar kerja (workplace), yang kondisinya sudah semakin terintegrasi dengan pasar global sehingga sangat kompetitif. Karena itu, upaya Depdiknas untuk kembali menggalakkan program pendidikan linking school and work melalui konsolidasi, intensifikasi, diversifikasi, dan ekspansi program pendidikan keterampilan (vocational skills) pada jenjang pendidikan menengah (SMK) patut untuk diapresiasi dan didukung. Namun, dukungan yang diberikan harus dalam semangat untuk menumbuhkan kemandirian, tanggung jawab, kejujuran, dan memperkuat kemampuan dasar serta keterampilan teknis pada siswa sehingga mereka mampu menjawab tuntutan dunia kerja modern.

Kondisi SMK
Depdiknas dalam dua tahun terakhir melakukan conditioning guna meyakinkan masyarakat terutama siswa lulusan SMP agar lebih berminat memilih pendidikan kejuruan dalam menempuh karier pendidikan lebih lanjut. Upaya pemerintah memasang iklan layanan masyarakat di beberapa media cetak dan elektronik itu cukup baik, tapi dinilai masih terkesan responsif dan kagetan (hiccup) sebab kebijakan itu belum didukung kajian komprehensif dan mendalam yang melibatkan sejumlah departemen dan institusi terkait. Sebut saja tak pernah dijelaskan di mana posisi departemen tenaga kerja, industri, pertanian, pariwisata, lembaga pendidikan tinggi, dan lembaga profesional lainnya dalam pengembangan sekolah menengah kejuruan tersebut.
Pada akhir 1980, PTN pernah mensyaratkan siswa lulusan sekolah kejuruan harus memiliki nilai rata-rata 7,0 untuk dapat mendaftar dan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri. PTN harus menetapkan persyaratan yang berbeda dengan siswa lulusan sekolah menengah umum (SMA) untuk menunjukkan bahwa peluang keberhasilan siswa lulusan kejuruan pada ujian masuk PTN sangat kecil apabila nilainya lebih rendah daripada yang dipersyaratkan (7,0). Informasi lain yang mungkin perlu juga diperhatikan, dalam suatu seminar yang diselenggarakan Pusat Pengujian Balitbang Diknas pada akhir 1980, pernah diungkapkan masa tunggu lulusan SMK sebelum mendapatkan pekerjaan sedikit lebih panjang jika dibandingkan dengan lulusan SMA.
Selanjutnya, dalam pekerjaan ternyata kemampuan belajar dan memahami instruksi siswa lulusan SMA lebih cepat jika dibandingkan dengan siswa lulusan SMK meskipun siswa lulusan SMK pada umumnya lebih baik dalam bidang keterampilan dan kemampuan teknis tertentu. Informasi itu tentunya perlu diuji ulang (diteliti kembali) mengingat perkembangan dan perubahan serta kemajuan manajemen pembelajaran SMK selama ini yang tentunya sudah banyak berubah dan meningkat lebih baik.
Menurut Asram Jr pemuda lulusan SMK swasta, Banyak lulusan SMK saat ini masih mengalami kesulitan dan frustrasi untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahlian mereka. Pandangan yang menyebutkan usia mereka masih terlalu muda (immature) ditambah dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang belum memadai (inadequate knowledge and skills) sering menjadi kendala utama siswa lulusan SMK mendapatkan pekerjaan yang layak dan dapat mendukung karier dan kehidupan ke depan (future career path). Akibatnya, banyak lulusan kejuruan hanya mampu mendapatkan pekerjaan musiman dan tanpa kepastian kehidupan ekonomi (financial insecurity), jaminan sosial, dan kesehatan. Akibat selanjutnya, mereka akan kesulitan untuk berperan sebagai pribadi dewasa (responsible adults) yang mampu membangun dan membina kehidupan rumah tangga dan melakukan kewajiban kewarganegaraannya (civic duty) dengan naik.
Untuk mengatasi persoalan itu, Depdiknas seharusnya mulai melakukan berbagai kajian konsepsional dan empirik sehingga arah pengembangan (roadmap) sekolah kejuruan ke depan dapat menjadi lebih jelas dan terukur. Depdiknas seharusnya mengkaji dan merumuskan kembali kebijakan yang berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan sekolah kejuruan, mengidentifikasi dengan tepat berbagai keterampilan (vocational and thinking skills) yang sangat dibutuhkan dunia industri dan jasa pada abad ke-21 sekarang ini, revisited kurikulum dan implementasinya di lapangan guna menyesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan teori pembelajaran terkini.
Selanjutnya, Depdiknas dapat lebih dahulu meneliti kecenderungan dan perkembangan industri nasional dan global termasuk benchmarking yang digunakan dan dapat membangun kemitraan strategis dengan sejumlah perusahaan dan lembaga profesi yang sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan mendasar baik berupa assessment, appraisal, ataupun feasibility studies tersebut mutlak diperlukan sebelum sebuah kebijakan dilaksanakan secara nasional.
Pembangunan sekolah kejuruan haruslah diarahkan pada kebutuhan kekinian. Dunia saat ini dilanda krisis pangan dan energi. Krisis itu dipandang akan berlangsung lama dan menyerang semua negara, baik kaya maupun miskin. Sebagai negara agraris dengan kekayaan alam yang melimpah, bangsa ini diharapkan dapat menyejahterakan rakyatnya dan menyumbang untuk kemakmuran masyarakat dunia. Untuk mewujudkan keinginan mulia di muka, Depdiknas harus cerdas dan cermat dalam menentukan pilihan pendidikan keterampilan yang akan ditawarkan. Setiap bidang keahlian yang dipilih haruslah diarahkan dalam rangka menyiapkan individu siswa untuk dapat menjawab persoalan kekinian, memahami relevansi dan keterkaitannya dengan bidang lainnya, serta menyiapkan mereka dalam menghadapi arus perubahan yang begitu cepat dalam bidang ekonomi, teknologi, politik, dan sosial-budaya.
Seluruh program pendidikan kejuruan yang dikembangkan hendaknya didasarkan pada upaya menyiapkan peserta didik agar mampu menjawab kebutuhan kekinian (immediate needs) terutama dalam bidang pertanian/pangan, kelautan, kehutanan, energi, dan pertambangan. Selanjutnya, program pendidikan kejuruan hendaknya juga dapat mendukung pembangunan bidang transportasi, manufaktur, jasa perhotelan, travel, restoran, kesehatan, asuransi, mikroekonomi, dan perbankan. Sementara itu, ICT, animasi, dan desain grafis juga layak untuk mendapat prioritas mengingat semakin pesatnya kemajuan dan pertumbuhan industri dalam bidang tersebut.
Pilihan program bisa sangat luas dan beragam. Karena itu, Depdiknas harus dapat melihat dan menilai kemampuan daerah, khususnya dalam menyediakan sarana belajar yang memadai, sumber daya kependidikan yang andal, dan prospek penyediaan lapangan pekerjaan baru bagi siswa lulusan sekolah kejuruan. Desain program hendaknya dapat disesuaikan dengan arah dan perkembangan pembangunan wilayah. Kehadiran SMK hendaknya dapat memberi nilai tambah ekonomi dan dapat mendukung pembangunan wilayah tersebut. Dengan tersedianya sumber kehidupan berupa lapangan pekerjaan yang baik, program itu diharapkan akan dapat meminimalkan arus migrasi dan urbanisasi angkatan kerja usia muda.

*) Konsultan Pendidikan Yayasan Sukma Jakarta

Sumber: Media Indonesia Online
http://www.mediaindonesia.com

PENINGKATAN ETOS KERJA UNTUK PENINGKATAN HIDUP BERMAKNA


Oleh : YUNIANAH,S.Pd

Kehidupan yang semakin kompleks sering membuat manusia lupa bahwa dirinya bagian dari lingkungan sekitarnya, yang harus bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya dan tuntutan tanggung jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain. Tidak jarang manusia dalam posisinya sebagai individu atau terkadang secara berkelompok yang terkadang memperlakukan lingkungannya sebagai obyek pemuas kebutuhan Satisfied need. Tindakan seseorang yang dipraktekkannya dalam pekerjaan cenderung mengekploitasi lingkungan kerja, yang semakin lama terus berakumulasi sehingga membentuk kondisi seseorang dalam bekerja kurang kondusif, dan berimbas pada menurunnya prestasi kerja, kualitas hasil pekerjaan yang kurang maksimal, baik dilingkungan pekerjaannya maupun diluar.
Kehidupan tidaklah berhenti, tetapi senantiasa berjalan menuju kesebuah muara yang kita sendiri tidaklah tahu benar, kapan dan dimana. Karena hidup senantiasa berkembang, maka harus ada ruh agar kehidupan seimbang dan terjaga. Bisa dibayangkan, seandainya kehidupan hanyalah fisik semata tanpa ruh, manusia hanyalah robot- robot yang hanya bisa bergerak karena ada sistem yang menggerakkan. Apa jadinya dunia ini ?, manusia akan bergerak tanpa motivasi, tanpa kreatifitas, bahkan tak ada kesejukan, kegembiraan dan kesedihan.
Tuntutan pekerjaan adalah hasil yang maksimal, hasil maksimal akan diperoleh dengan cara etos kerja yang tinggi tentunya disertai dengan semangat kerja. Etos kerja meningkat hanya dimiliki oleh mereka yang mau bekerja keras, mereka yang dapat mengisi hidup ini dengan seimbang, mereka yang dapat menjaga ruh kehidupan dengan memiliki komitmen terhadap tugasnya. Bekerja yang enak tidak mudah untuk dicapai, bukan pula ‘seenaknya dalam bekerja’, tetapi bekerja yang dilandasi dengan rasa tanggungjawab, rasa handarbeni terhadap pekerjaan, bekerja dengan ikhlas yang berarti berbuat sesuatu hanya karena mnecari Rahmat dari Yang Maha Kuasa. Bekerja yang dilandasi dengan rasa ikhlas, maka hidup ini akan terasa lebih bermakna, terlebih lebih dibulan ramadhan, bulan yang penuh kemuliaan bagi kita umat Islam yang menjalankannya.
Dengan demikian, marilah kita berusaha untuk tidak membiarkan setiap detik berlalu tanpa aktifitas positif, masa depan akan semakin sarat tantangan , butuh tangan-tangan kreatif, pemikiran yang positif, yang siap mengayuh perahu lebih cepat, berani menentang ombak dan siap berhadapan dengan derasnya zaman. Marilah kita tingkatkan etos kerja dengan bekerja keras, tegar, semangat, tidak menyombongkan diri dengan kelebihan yang kita miliki, berusaha selalu mawas diri, jadikan ‘ilmu itu abadi bagi seseorang daripada nasabnya’. Jadi, mari kita berusaha meraih hidup ini dengan penuh makna, tanpa meninggalkan segi etika sebagai bangsa yang berketuhanan. Semoga bermanfaat.

PENGGUNAAN BALOK GARIS BILANGAN PADA OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT


Sebuah hasil karya tidak harus selalu besar dan spektakuler serta memerlukan biaya yang besar untuk kegiatan riset dan perealisasiannya, namun harus mengacu pada bagaimana hasil karya tersebut dapat bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
Seperti halnya yang saat ini dilakukan Zaenudin, S.Pd yang telah mendapat predikat sebagai kepala sekolah berprestasi, yang memaparkan tentang pencetusan idenya, dengan mewujudkan konsep pendidikan yang praktis dan diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan di Kabupaten Batang khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Berikut penyampaian konsep secara eksklusif oleh Zaenudin, S.Pd kepada Tim Liputan Jurnal Pendidikan Batang Berkembang.


Matematika sering dianggap sebagai pelajaran “mati-matian” dan bahkan sampai saat ini masih sering mendengar bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang banyak mengandung predikat yaitu rumit, sukar untuk mengerti, membosankan, dan sebagian besar anak mengatakan bahwa pelajaran matematika merupakan hal yang menakutkan. Bila kondisinya sampai demikian, maka dapat dipastikan bahwa siswa nantinya tidak akan peduli terhadap pelajaran matematika.

Gambaran negatif terhadap pelajaran matematika sebenarnya dapat diminimalkan yaitu dengan penggunaan metode dan media yang sesuai dengan kondisi siswa. Sebagai guru kita perlu mengenal macam-macam alat peraga yang dapat kita gunakan dalam membantu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), khususnya dalam pembelajaran matematika. Tidaklah berarti bahwa setiap matematika harus diajarkan dengan mengunakan alat peraga.

Dalam kesempatan ini saya mencoba membuat alat peraga, dengan maksud untuk memberikan solusi bagaimana meminimalkan kesan negatif anak terhadap pelajaran matematika. Dan alat peraga ini juga membantu rekan guru dalam menyampaikan konsep matematika.

Pada hakekatnya, dalam proses pembelajaran (termasuk di dalamnya pembelajaran matematika) merupakan proses komunikasi dimana seorang guru harus dapat menyampaikan apa yang ia miliki kepada siswanya pula.

Namun dalam prakteknya pada pembelajaran, proses pengkomunikasian suatu materi agar mudah diserap, dipahami, dan dihayati oleh siswa tidak mudah. Pengalaman menunjukan bahwa dalam proses penyampaian materi terutama materi matematika sering terjadi hambatan atau penyimpangan, sehingga penyampaiannya menjadi tidak efektif dan efisien. Bahkan soal yang sebenarnya mudah atau sederhana tampak menjadi sulit.

Kita perlu menyadari pula bahwa pada umumnya siswa berpikir dari hal-hal yang bersifat abstrak. Untuk menjembatani seorang guru seyogyanya memikirkan cara-cara penyampaian yang efektif agar sesuatu yang disampaikan itu dapat diterima dengan mudah oleh siswa. Untuk pemikiran inilah maka diperlukan alat bantu lain berupa “media atau alat peraga”.

Dalam membuat alat peraga ini tidak sulit. Saya yakin semua semua guru bisa membuat. Yaitu mula-mula kita siapkan dulu alat dan bahan yang kita butuhkan, kemudian papan kita haluskan dan rakit (lihat gambar).

Alat dan Bahan yang digunakan dalam membuat alat peraga ini adalah: Gergaji, Pisau silet, Pasah/ penghalus papan dan Bor. Dan untuk bahan bahan - bahan yang disediakan antara lain Papan ukuran (1 m x 3 cm x 10 cm), (50 cm x 3 cm x 10 cm) dan (50 cm x 5 cm x 10 cm), Cat secukupnya dan Boneka sesuai keperluan.

Peranan Alat Peraga dalam Pembelajaran bila ditinjau dari peranannya alat peraga dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika dapat dikategorikan dalam tiga hal utama, yaitu: (1). Untuk membantu proses pemahaman siswa, (2). Untuk membantu mengautkan daya ingat siswa tentang konsep yang dipelajari, dan (3). Meningkatkan minat serta apresiasi siswa terhadap konsep yang dipelajarinya.

Disamping itu, proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggabungkan penjelasan verbal yang dibantu oleh media berupa peragaan, ilustrasi, gambar atau sejenisnya sangat membantu kelancaran proses atau kegiatan pembelajaran itu sendiri.

Dari uraian di atas dapatlah ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:

• Umumnya siswa SD berfikir dari hal yang bersifat konkrit menuju ke hal-hal yang bersifat abstrak, untuk menjembatani ini diperlukan alat peraga.

• Banyak alat peraga yang dapat dikembangkan di SD dan salah satunya adalah “Balok Garis Bilangan” yang dapat digunakan untuk memvisualisasikan bentuk operasi hitung pada sistem bilangan bulat.

• Penggunaan alat peraga yang ditunjang oleh sifat bahan yang akan diajarkan dapat membantu proses abstraksi siswa dalam belajar matematika.

Berdasarkan kesimpulan diatas, saran berikut tampaknya perlu diperhatikan dalam usaha untuk menyampaikan pelajaran Matematika agar tidak kering dan menakutkan, yaitu:

• Hindarkan dominasi guru yang sangat meninjol dalam proses pembelajaran di kelas.

• Berilah kesan terhadap siswa bahwa pelajaran Matematika bukanlah pelajaran yang menakutkan.,

• Karena proses berfikir siswa di SD bergerak dari hal-hal yang bersifat konkrit menuju ke hal-hal yang bersifat abstrak, maka gunakanlah alat peraga dalam menyampaikan konsep-konsep Matematika.


Homeschooling, Kembali ke Hulu


Oleh : Nita Ariyani *)

Sebuah rumah besar, bertaman luas, hening dan lembab. Musim hujan yang kusam menebalkan kisi-kisi jendela yang seolah menggigil kedinginan. Rumput basah melesak ke samping-samping dan terbenam dalam tanah berpasir ketika terinjak. Seorang perempuan setengah berlari menyeret gaun bergaya victoria yang basah tersiram hujan. Wajahnya berkerut namun tetap menunjukkan kecantikan perempuan Perancis dengan rambut ikal menjulur di keningnya. “Inggris”, gumamnya. “Negara suram yang sombong”, keluhnya lagi. Bibirnya yang indah sedikit mengecap air hujan yang menyentuh wajahnya. Bahkan dia tak tahu, bahwa sebuah drama akan mengubah pandangannya tentang Inggris pada saat dia melangkah ke teras rumah itu.
Perempuan itu, diperankan Sophie Marceau, adalah seorang guru dari Perancis yang jauh-jauh datang ke Inggris untuk mendidik dua orang anak bangsawan yang ibunya terbaring sakit. Sebuah gambarang tentang pendidikan sekitar abad 17. Sophie pun menjadi guru di rumah itu selama bertahun-tahun. Terlepas dari drama yang terjadi dalam cerita tersebut, pendidikan di rumah, ternyata merupakan cikal bakal dari bentuk pendidikan saat ini.
Di Indonesia, Kartini tidak ke sekolah, tapi seorang guru Belanda datang ke rumahnya dan memberikan bermacam-macam pelajaran kepada Kartini dan kakaknya. Sesudah melek pendidikan, barulah terbersit akal Kartini untuk memberikan pendidikan yang sama kepada bangsanya. Barangkali, itulah sekolah pertama di Indonesia, setidaknya sekolah pertama bagi perempuan pribumi. Maka konsep sekolah pun menjadi matang. Anak – anak negeri keluar dari peraduannya untuk bersekolah di tempat yang khusus. Mulai ada ruangan-ruangan kelas, ada guru dan ada murid, ada administrasi, ada biaya, dan puncaknya adalah massifikasi pendidikan formal (baca = sekolah) di tahun 70-an dengan berdirinya sekolah-sekolah inpres.
Lalu, seperti apa pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia saat ini ? Berbeda dengan pesantren-pesantren yang sudah banyak berdiri di Indonesia sejak abad 17, sekolah formal di Indonesia berjalan masih dalam bentuk mencari identitas. Namun sebagian stakeholders justru menganggap bahwa bentuk final dari sebuah konsep pendidikan ideal. Betulkah ?
Saat ini semakin banyak anak-anak keluarga bangsawan, hartawan, dan intelektual yang takut menyekolahkan anaknya di sekolah formal. Penyebabnya adalah jalanan macet dan rawan kejahatan, biaya sekolah semakin mahal, dan hasil pendidikan tidak memadai untuk bersaing di dunia global. Maka muncullah sekolah-sekolah alternatif yang mempunyai bentuk-bentuk pendidikan yang lebih luwes, adaptif dan inovatif.
Salah satunya adalah pendidikan di rumah. Pendidikan model begini ternyata merupakan awal terjadinya pendidikan normatif. Ada kurikulum standar yang diperkenalkan dan diterapkan. Pendidikan tentang sikap, nilai-nilai, teknik komunikasi dan logika adalah bagian tak terpisahkan homeschooling. Usia 4 tahun, seorang anak harus lulus toilet training. Guru akan mengajarkan bagaimana duduk atau jongkok di peturasan. Guru akan mengajarkan berdoa sebelum anak-anak tidur. Guru bahkan mempunyai cukup otoritas untuk mendidik orang tua yang belum tahu tentang kebaikan-kebaikan pendidikan. Prinsipnya, pendidikan di rumah melakukan modifikasi perilaku secara total dan terencana dengan cukup pengawasan terhadap anak didik. Totalitas tersebut membuat posisi guru menjadi sangat dihormati di jaman itu. Mendidik menjadi sebuah kegiatan menyenangkan dan nilai intrinsiknya menjadi lebih terasa dibandingkan dengan penghasilan finansialnya.
Homeschooling, karenanya tidak mempunyai standar kurikulum baku. Model homeschooling sangat fleksibel dan up to date. Guru dituntut untuk selalu belajar hal-hal baru. Dia juga adalah seorang ilmuwan yang dituntut mampu memprediksi masa depan. Dia juga ahli etika dan agama yang dapat memperkenalkan nilai-nilai luhur ketuhanan dan hubungan antar personal. Dia adalah ahli bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tubuh. Dia adalah matematikawan terpadu yang mendorong anak didiknya menghitung setiap kemungkinan dalam kehidupan nyata.
Dedy Corbuizer, si pesulap ternama, pernah mengatakan bahwa dia akan berhenti bekerja, ketika anak sudah memasuki usia sekolah. Dia akan mendidik anaknya sendiri. Anak seorang dosen ITB mengatakan bahwa dia terlebih dulu akan menjadi manusia sebelum mengerjakan hal lainnya. Dia tidak pernah sekolah formal. Gurunya adalah ayahnya sendiri. Ketika menekuk lututnya dengan anggun di depan Ratu Elizabeth, Steffi Graf tidak pernah melalui jejang sekolah formal. Seorang guru serbabisa selalu mengiringi tur-tur tenisnya sepanjang tahun.
Masalahnya, mungkinkah sekolah di rumah bisa dipraktekkan di Indonesia? Ketika harga sebuah ijazah lebih mahal daripada sebuah ketrampilan? Ketika formalisme pendidikan menjadi mata pencaharian jutaan orang?
Pendidikan luar sekolah (PLS) adalah jawabannya. Pemerintah Indonesia ternyata cukup cerdas menyediakan ruang bagi para pionir-pionir pendidikan non formal. Ketika seorang ayah yang mendidik anaknya sendiri sudah yakin bahwa anaknya mampu berdiri setara dengan anak “sekolahan” lainnya, maka Pendidikan Luar Sekolah menyediakan alternatif berupa ujian persamaan. Saat ini PLS mungkin seolah masih tempat sampah bagi masyarakat yang membutuhkan formalitas, namun di saat nanti bukan tidak mungkin fasilitas PLS ini akan menjadi paket bergengsi yang diburu orang.
Mengapa pendidikan non formal mulai menjadi wilayah alternatif bagi para pecinta pendidikan? Penyebab utamanya adalah pendidikan formal menjadi semakin lamban dan birokratik. Pendidikan formal tidak mampu menyentuh potensi-potensi personal, bahkan potensi itu cenderung terkubur karena tidak mendapatkan peluang untuk berkembang. Pendidikan formal cenderung sentralistik dan mekanik. Tidak ada ruang untuk heterogenitas. Hal itu bisa berarti menyurutkan semangat inovasi, kreativitas, dan dinamika intelegensi. Paling akhir, pendidikan formal akan menjadi sangat mahal dan tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan.